Menelisik Kisah Rahma Di Balik Film Janji Di Atas Pelantar (Bagian 3/3)

Tangkapan layar Film Janji di Atas Pelantar. (Foto: Dok)

Sejak dilantik sebagai Wali Kota Tanjungpinang menggantikan almarhum Syahrul pada 21 September 2020 lalu, Rahma kerap menjadi sorotan publik karena sejumlah kebijakan yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Salah satunya, yang sempat heboh dan menuai kritik luas di masyarakat, saat Rahma mengangkat dan melantik 272 pejabat Eselon III dan IV berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 35/2021 pada 9 Januari 2021 lalu.

Banjir kritik terhadap Rahma muncul, lantaran ada ASN yang diangkat menjadi pejabat, ternyata terlibat dalam kasus dugaan korupsi.

Tak hanya itu, Rahma juga melantik pejabat untuk menduduki posisi strategis, padahal pejabat tersebut sebelumnya sudah diberi sanksi oleh Komisi Aparatur Sipil Negara karena tidak netral saat Pilkada Kepri 2020 di Tanjungpinang. Lebih ironinya lagi, sejumlah pejabat Eselon III lainnya tidak mendapat jabatan.

Melihat kebijakan Wali Kota Rahma yang kontroversial tersebut, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman saat itu angkat bicara. Dirinya menilai, kebijakan Rahma yang melantik pejabat ‘cacat hukum’, wajar berbuntut panjang, dan pada akhirnya menimbulkan polemik.

Baca juga: Menelisik Kisah Rahma Di Balik Film Janji Di Atas Pelantar (Bagian 1/3)

Rahma, kata Boyamin, semestinya tidak mengambil kebijakan itu, meskipun tidak dilarang. Namun, sebagai seorang pemimpin, Rahma seharusnya menjaga kepercayaan publik dengan melantik pejabat yang tidak tersangkut perkara hukum.

Boyamin menggarisbawahi, kepala daerah memang memiliki otoritas atau wewenang melantik ASN sebagai pejabat. Namun, kekuasaan tersebut harus mengedepankan kepentingan pemerintahan dan masyarakat. Birokrasi pemerintahan harus berjalan optimal dengan menaati peraturan dan norma-norma lainnya.

Pelantikan ASN bermasalah sebagai pejabat, terutama yang tersandung kasus korupsi merupakan kebijakan yang melukai hati masyarakat. Kekuasaan yang diberikan kepada kepala daerah, kata Boyamin, semestinya sesuai dengan keinginan negara, keseriusan aparat penegak hukum, dan komitmen kepala negara dalam memberantas korupsi.

Ia yakin masih banyak ASN lain yang bersih, sehingga layak untuk menduduki suatu jabatan di pemerintahan.
“Jarang sekali terjadi di negeri ini, tersangka korupsi dilantik sebagai pejabat,” demikian kata Boyamin, pada Januari lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *