MK Kabulkan Gugatan ICW Soal Caleg Mantan Napi Korupsi, Perintahkan KPU Cabut Pasal Ini

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (Foto:Dok/flickr)

JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif (Caleg).

MK perintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut dua aturan PKPU, yang dinilai mempermudah mantan narapidana kasus korupsi yang maju sebagai calon caleg.

Pencabutan aturan tersebut setelah dikabulkannya uji materi oleh Mahkamah Agung (MA) atas Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 yang diajukan ICW, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta dua eks pimpinan KPK yakni Saut Situmorang dan Abraham Samad.

“Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dan Pasal 18 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang perubahan kedua atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilihan umum anggota DPD serta seluruh pedoman teknis, dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh Termohon,” demikian bunyi keterangan tertulis MA, Sabtu (30/09/2023).

Dua ketentuan pasal tersebut dipersoalkan, lantaran dinilai membuka pintu bagi mantan terpidana korupsi untuk maju sebagai caleg tanpa menunggu masa jeda selama lima tahun, yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan putusan MK.

Dalam putusan itu, MA pun menyatakan Pasal 11 Ayat (6) PKPU 10/2023 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022.

Baca juga: Ratusan Pakar Hukum Bahas Potensi Kerawanan Pemilu 2024

Sementara, Pasal 18 Ayat (2) PKPU 11/2023 bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023. MA menyatakan, kedua pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan tidak berlaku umum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Melansir dari tvonenews, MA juga menilai perlu ada syarat ketat untuk menyaring para calon wakil rakyat, demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh para wakil rakyat yang nantinya terpilih di pemilu.

Kemudian MA menyebutkan, tindak pidana korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa. Jika tidak adanya persyaratan ketat, sehingga dipandang akan mengakibatkan proses pembangunan yang terhambat dan tidak tepat sasaran, mempengaruhi kebijakan publik dan produk legislasi yang koruptif.

Untuk itu, MA berpandangan bahwa KPU seharusnya menyusun persyaratan yang lebih berat bagi pelaku kejahatan yang dijatuhi pidana pokok, dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.

Menurut MA, pedoman jangka waktu lima tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana, adalah waktu yang cukup bagi eks terpidana kasus korupsi, untuk introspeksi dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungan.

Hal tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.