TANJUNGPINANG – Direktur Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Cabang Kepulauan Riau (PAHAM KEPRI), Muhammad Indra Kelana, menilai Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) harus diberi kewenangan mengatur sendiri anggaran gaji hakim di seluruh Indonesia.
Tujuannya tentu agar lebih memuliakan standar hidup hakim yang selama ini disebut sebagai Yang Mulia dalam dunia Litigasi. Langkah Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia yang direncanakan akan berlangsung pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024 mendatang bisa menjadi pembuka jalannya.
Menurut Indra, jangan hanya Kementerian Keuangan RI saja yang diberikan kewenangan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para jajaran pegawai dan pejabatnya.
Untuk mencegah munculnya tingkat perilaku oknum yang korupsi, Kementerian yang menjadi perbendaharaan negara ini sudah meningkatkan tarif hidup pejabat dan pegawainya. Untuk itu, seharusnya MA RI juga diberikan landasan hukum atau regulasinya yang kokoh.
“Kementerian keuangan memang berwenang menentukan. Namun, Mahkamah Agung juga seharusnya punya aturan kewenangan mandiri untuk mengatur dan mengusulkan besaran jumlah anggaran gaji yang diperlukan bagi kesejahteraan Yang Mulia Hakim kita,” sarannya melalui pesan elektronik yang dikirim dari Pusdik Pancasila & Konstitusi MKRI, Cisarua Bogor, Kamis 3 Oktober 2024.
Saran perbaikan yang disampaikannya, harus dibuat kajian dan suatu aturan yang di dalamnya menegaskan Mahkamah Agung RI dapat merevisi gaji hakim untuk kenaikan beberapa persen setiap tahunnya. Disesuaikan dengan kondisi kebutuhan terkini, penugasan di daerahnya dan mencocokan dengan inflasi. Dengan adanya suatu aturan tersebut, maka hakim dapat hak dasarnya dalam konstitusi.
“Kan bisa dibuat aturan untuk kenaikan gaji setiap golongannya beberapa persen setiap tahun,” terangnya.
Bagi Indra, Hakim juga merupakan manusia biasa yang berpotensi melakukan kesalahan. Untuk meredam persoalan sifat kemanusiaan yang ada pada pejabat yang diistilahkan “Wakil Tuhan” ini, seharusnya diberikan bekal kebebasan finansial.
“Jadi, setidaknya hasratnya untuk kebutuhan dunia sudah terbendung,” katanya.
Perubahan dalam peningkatan gaji hakim ini sejatinya menjadi alasan perjuangan untuk meningkatkan kinerja, integritas dan profesionalitas Majelis Hakim dalam memutuskan setiap perkaranya. Ketika kebutuhan hidup hakim sudah semakin cukup terpenuhi, persoalan godaan yang datang terkait harta kekayaan selama menyidangkan perkara di pengadilan masih dapat diredam atau dihindari.
“Itu manusiawi. Jadi hasrat soal dunia terbendung. Bisa lebih fokus,” terangnya.
Pengacara yang juga sebagai aktivis ini, menilai peningkatan taraf hidup yang layak sudah dilakukan oleh jajaran Kementrian Keuangan RI. Tujuannya untuk meningkatkan kinerja jajarannya. Sudah barang tentu, hal ini juga bisa menjadi semangat yang sama jika diterapkan bagi hakim di MA RI. Beban kerja yang sangat banyak mulai dari pegawai tingkat paling bawah hingga kepada jajaran hakim, sangat timpang dengan anggaran gaji yang diterima hakim dan jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) di pengadilan.
“Kalau pun belum bisa dari gaji, peningkatan kesejahteraan boleh diatur dari tunjangan.”
“Kemarin pernah dengar curhat satu dari pegawai (red: ASN yudikatif ini). Tahun 2024 ini juga. Rupanya beban kerja mereka besar sekali (red: kuantitasnya). Sedangkan take home pay tidak seimbang. Lihat saja jumlah perkara setiap tahunnya terus meningkat. Belum lagi kenaikan inflasi setiap tahunnya. Jadi wajarlah,” kata Indra.
Sejalan dengan pandangan tersebut, Ketua Program Studi, Magister Hukum Keluarga Institut Agama Islam, H.M. Lukman Edy, Pekanbaru, Doktor Azzuhri Al Bajuri mengatakan usulan kenaikan gaji ini seharusnya sudah dilakukan sejak dahulu. Hakim juga punya hak mensejahterakan kehidupan dan keluarganya. Karena belum ada perubahan sampai dengan pemerintahan Presiden RI saat ini, menurutnya, seharusnya negara hadir dan memperhatikan kesejahteraan hakim dan keluarganya.
“Terakhir kapan gajinya diatur itu. Sudah lama. Hakim juga punya keluarga,” jelasnya.
Usulan kenaikan dapat dilakukan melalui nomenklatur yang berasal dari Mahkamah Agung RI, nantinya dapat diajukan kepada Kementrian Keuangan RI dan selanjutnya untuk dapat disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan.
“Melalui usulan yang nomenklaturnya peningkatan anggaran untuk kenaikan gaji Hakim se-Indonesia,” kata Dosen tersebut.
Untuk diketahui, saat ini gaji dan tunjangan hakim masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketentuan tersebut mengatur Tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di bawah MK RI. Sudah lebih dari 12 tahun aturan itu tidak pernah dirubah dan disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Baca juga: PAHAM Kepri Terima Penghargaan dari Kemenkumham Sebagai Organisasi Bantuan Hukum Terbaik
SK Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2018 telah mengamanatkan perlunya peninjauan ulang terhadap aturan penggajian hakim. Hanya saja belum ada perubahan untuk regulasi setara Undang-undang yang mengatur terkait penyesuaian jumlah gaji dari tahun ke tahunya sesuai dengan perkembangan kebutuhan zaman. Indra menyarankan Pemerintah RI dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim menjadi Undang-undang. Sehingga kedudukan, hak keuangan, tunjangan dan fasilitas hakim semakin terbarukan.
“Seharusnya negara hadir memperhatikan Yang Mulia Majelis Hakim kita ini. Masa gajinya yang Mulia standar UMK karyawan biasa di daerah, ya ga bisa gitulah. Yang Mulia harus dimuliakan kesejahteraannya agar lebih berkeadilan,” tutupnya.(*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News