BATAM – Pilkada Serentak 2024 tinggal menghitung hari tepatnya pada Rabu 27 November 2024. Masyarakat akan menyerahkan hak suaranya ke TPS untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan wali kota dan wakil wali kota.
Di tengah masa tenang Pilkada 2024, pengamat politik sekaligus Ketua Bidang Kerja Sama Lembaga Asosiasi Instruktur Metodologi Pelatihan (AIMP), Syaiful Syarifuddin, masyarakat Indonesia tengah menikmati pesta demokrasi lima tahun sekali itu.
Salah satu hal yang dianggap menarik perhatian adalah penyebutan nama Nusantara yang mulai menggantikan Indonesia dalam beberapa konteks.
“Seharusnya masyarakat atau rakyat Indonesia bertanya kenapa namanya diubah dengan ‘Nusantara’ kita harus bertanya kenapa?,” ujar Syaiful yang juga Ketua DPD Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Sumatera Barat ini.
“Tanggal 28 Oktober 1928 pemuda Indonesia sudah bersumpah bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Tidakkah ada rasa bahwa kita sedang digiring kepada masa lalu ketika Patih Gajah Mada bersumpah dengan namanya ‘Sumpah Palapa’ oleh karena itu perlu waspada pertanda apa ini?” katanya.
Menurut Syaiful, Pilkada Serentak 2024 ini lebih dari sekadar pesta demokrasi. Ia melihat ada agenda jangka panjang yang disusun pihak tertentu yang dapat memengaruhi arah bangsa.
“Jangan sampai salah memilih, karena jika itu terjadi, demokrasi kita bisa berantakan,” ujarnya.
Syaiful juga menekankan pentingnya masyarakat bangkit dari berbagai narasi yang menurutnya meninabobokan, seperti janji bonus demografi yang menyatakan seolah kedepannya bangsa akan semakin maju.
“Ada kelompok tertentu yang tak ingin rakyat Indonesia menjadi cerdas dan mandiri, karena jika rakyat mandiri, mereka tak lagi bisa mengendalikan negara yang namanya Indonesia ini,” jelasnya.
Ia pun memberikan beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan sebelum memilih pemimpin yang layak dipilih.
Menurutnya masyarakat perlu menanyakan apakah janji-janji lima tahun lalu sudah ditepati, terutama oleh petahana? Bagaimana ketaatan beragama calon tersebut? Apa latar belakang pendidikannya, baik pendidikan umum maupun agama? Perhatikan latar belakang politiknya paling tidak orang tua dan atau keluarganya, jangan sampai ada latar belakang dari hal yang terlarang.
“Kalau bisa mereka memiliki tiga hal yaitu, agamanya, kepemimpinannya, keilmuannya,” ujarnya menambahkan.
Syaiful menyebut, mencari pemimpin yang amanah memang tidak mudah, apalagi orang-orang dengan integritas sering kali mendapat tekanan politik.
“Orang yang berintegritas pasti disingkirkan kalau perlu dimatikan perpolitikannya, ini tanda-tanda apa?,” ungkapnya.
Baca juga: Masa Tenang yang Tidak Tenang, Bawaslu Kepri Ajak Semua Pihak Jaga Kondusifitas Pilkada
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak lengah terhadap tantangan kehidupan yang semakin berat. Ia menyoroti mahalnya biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok yang semakin mencekik masyarakat. Baginya, pemilihan pemimpin yang salah hanya akan memperburuk keadaan.
“Jangan sampai kita salah memilih pemimpin dan akhirnya menjadi tamu di rumah sendiri, Salam Indonesia Raya. Merdeka!” tutupnya. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News