Pengamat: Polemik Relokasi Rempang Akan Pengaruhi Kepercayaan Publik Terhadap Pemimpin

Pulau Rempang
Akademisi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Bismar Arianto (kiri) dan Pengamat Kebijakan Publik Kepri Alfiandri (kanan) menjadi narasumber program Siasat Ulasan Tv. (Foto: Dok. Ulasan Network)

BATAM – Polemik relokasi ribuan warga Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) akan mempengaruhi kepercayaan publik terhadap pemimpin daerah saat ini.

Misalnya kepemimpinan Wali Kota/Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Muhammad Rudi dan Gubernur Kepri Ansar Ahmad.

Pengamat Kebijakan Publik Kepri,  Alfiandri menilai, peristiwa di Rempang yang bahkan menimbulkan kericuhan kemarin berdampak besar pada kepercayaan publik terhadap para pejabat. Terutama kepada Kepala BP Batam, Muhammad Rudi selaku pengelola wilayah.

“Dampak besar dari peristiwa Rempang pasti mengalami degradasi pada trust publik kepada pemimpin kita terutama di Batam,” katanya dikutip dari program Siasat, Ulasan Tv, Jumat (21/09).

Menurutnya, permasalahan yang terjadi tak lain, disebabkan komunikasi sebagaimana ucapan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

Semestinya sejak awal Kepala BP Batam itu duduk bersama masyarakat membahas rencana pembangunan yang melibatkan sosok Tomi Winata.

“Aktor kepentingan besar kalau disadari Pak Muhammad Rudi dan dia mengerti soal konsep pentahelix, rasa saya keguyuban itu akan terbentuk,” ucapnya.

Di samping itu, sosialisasi dan garansi bahwa pembangunan tersebut akan bermanfaat untuk masyarakat terus juga disampaikan.

Namun, hal itu justru tidak berjalan dan menyebabkan munculnya isu-isu lain seolah ada pihak yang ingin mengagalkan pembangunan tersebut.

Bahkan hingga beredar video wawancara Muhammad Rudi yang diam saat ditanya potensi pembangunan Rempang Eco City berdampingan dengan permukiman warga.

“Makanya Pak Presiden berang betul. Ini persoalan komunikasi. Kita selalu terjebak karena pak presiden orang A, saya orang B akhirnya publik membaca itu,” tuturnya.

“Mestinya itu tidak terbaca oleh publik. Sehingga ada seolah-olah ada yang mencoba menggagalkan PSN (proyek strategis nasional), padahal tidak ada. Muaranya adalah trust orang pada pemimpin,” tambahnya.

Hal serupa juga dinilai pada Gubernur Kepri Ansar Ahmad. Namun, tidak berdampak begitu besar seperti pada Muhammad Rudi.

“Kepada Pak Gubernur memang ada, tetapi tidak sebesar persoalan yang hari ini,” lanjutnya.

Bahan Evaluasi Memilih Pemimpin

Sementara itu, Akademisi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Bismar Arianto mengungkapkan, polemik saat ini justru jadi bahan evaluasi bagi pemilih kritis pada Pemilu mendatang.

Tak hanya para eksekutif, legislatif juga akan menjadi sorotan akibat polemik di Rempang.

“Pemilih kritis akan menjadikan pemilu  sebagai proses evaluasi kinerja baik legislatif maupun pejabat publik yang hari ini terlibat secara langsung atau diharapkan mampu mewakili aspirasi dari masyarakat Rempang,” tuturnya.

Baca juga: Warga Pasir Panjang Sampaikan Sikap Tolak Relokasi di Hadapan Kepala BP Batam
Baca juga: Dampak Relokasi Rempang pada Pemilu 2024: Potensi Golput dan Trauma Masyarakat

Bahkan konflik yang terjadi bisa saja membuat para pemilih mengalihkan dukungannya dari satu pihak ke pihak lainnya. Tetapi, belum jelas pihak mana yang akan untung dari evaluasi yang terjadi.

“Secara tidak langsung akan berdampak terhadap pejabat publik yang hari ini secara teknis terlibat atau mengurusi persoalan Rempang. Tentu akan menjadi proses evaluasi dan yang dianggap tidak memuaskan maka akan muncul semacam resistensi,” ucap Bismar.

“Itu akan berdampak pada dukungan pihak-pihak tertentu. Dalam konteks lokal sedikit banyak atau paling tidak di Batam akan ada proses perubahan peta suara,” tambahnya.

Sedangkan untuk pengaruhnya pada kontestasi tingkat nasional seperti pemilih presiden, ia menilai tidak akan berpengaruh secara signifikan. (*)

Ikuti Berita Lainnya di Google News