Warga Pasir Panjang Sampaikan Sikap Tolak Relokasi di Hadapan Kepala BP Batam

Warga Pasir Panjang
Kepala BP Batam Muhammad Rudi saat mengunjungi warga Pasir Panjang di Masjid Nurus Sabil, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. (Foto: Muhamad Islahuddin)

BATAM – Warga Pasir Panjang, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, menyampaikan sikap penolakan relokasi di hadapan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi, Kamis (21/09).

Warga yang mengatasnamakan Keluarga Besar Adat Melayu Tempatan Kampung Tua Pasir Panjang menolak tegas relokasi saat dikunjungi Rudi di Masjid Nurus Sabil, Pasir Panjang.

Pernyataan sikap itu dibacakan Riska, salah satu warga Pasir Panjang. Ada sepuluh poin yang dibacakannya, di antaranya menolak relokasi dan mendukung investasi yang saat ini akan dijalankan di Rempang.

“Kami mendukung program pembangunan pemerintah dan investasi swasta berkelanjutan, dan berkeadilan untuk memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya kampung kami Pulau Rempang dan Galang,” kata Riska.

Ia juga meminta pemerintah untuk tidak tergesa-gesa dalam menjalankan proyek tersebut. Perlu kembali melakukan tinjauan dan kajian terkait rencana proyek investasi Rempang Eco-City atau Kota Ramah Lingkungan Rempang oleh PT MEG dan pembangunan pabrik Kaca Xin Yi Glass Cina.

“Terutama dari aspek hak asasi manusia, sosial, lingkungan hidup berkelanjutan,” kata dia.

Mereka menolak dengan tegas untuk dipindahkan dari tanah dan tempat tinggal yang telah mereka tempati.

“Sejengkal kami tak mau pindah dari tanah tumpah darah nenek leluhur kami. Apapun bentuknya, apapun istilahnya tanpa syarat,” kata dia.

Ia juga meminta pemerintah untuk menerbitkan sertifikat tanah mereka. Sebab, selama ini tak pernah mereka dapat mengurusnya. Ganti rugi yang layak juga menjadi salah satu poin dalam pernyataan sikap tersebut.

“Kami mendesak Presiden Jokowi dan jajarannya, Komnas HAM, untuk segera membubarkan Tim Terpadu BP Batam aparat di lapangan agar segera pulang ke pangkalan masing-masing, karena meninggalkan trauma mendalam Kkeluarga, orang tua, anak-anak kami,” kata dia.

Ia juga meminta agar segera membebaskan para warga Rempang yang ditahan terkait aksi unjuk rasa 11 September 2023 lalu.

“Kami juga menolak iming-iming dalam bentuk apapun yang ditawarkan Tim Terpadu BP Batam di lapangan,” kata dia.

Menurutnya, perjuangan saat ini masih panjang dan berduri. “Lebih baik mati berdiri dari pada hidup berlutu. Tak akan Melayu hilang di bumi,” kata dia.

Kepala BP Batam Datang ke Rempang, Warga Pertanyaan Kejelasan Ganti Rugi

Selain Riska, beberapa warga juga bertanya kepada Muhammad Rudi.

Azan misalnya, bertanya mengenai jumlah ganti rugi jika telah menyerahkan segala asetnya.

Azan mengaku sudah mendaftarkan rumahnya untuk direlolasi, tetapi ketika dilakukan pengukuran, total harga ganti rugi tidak sesuai dengan taksirannya.

“Kami sudah mendaftarkan paling dulu pak, jadi rumah kami ditaksir Rp300 juta-an, tetapi setelah pengukuran selesai hasilnya keluar macam tidak sesuai, mungkin permasalahanya beda pengukuran dan penghitungan,” kata Azan.

Begitu juga yang ditanyakan, Diana. Ia sudah mendaftarkan rumahnya untuk direlokasi, tetapi lahan miliknya yang berada di Hutan Produksi Konvesi (HPK) milik nenek moyangnya tidak bisa diberikan ganti rugi.

“Jadi tolongkan lahan yang di HPK dipertimbangkan, karena setiap tahun kami panen durian setiap tahun disitu untuk kebutuhan hidup,” kata Dian.

Begitu juga yang disampaikan warga lain, Rio. Ia juga meminta lahan yang warga kampung yang berada di HPK untuk dibebaskan.

Rio juga menegaskan, akan pindah jika dana bantuan relokasi sementara dari pemerintah sudah cair.

“Kami yang mendaftarkan rumah sudah siap dipindahkanpak, kalau dana sudah kami sudah dicarikan pak,” kata Rio kepada Rudi.

Baca juga: Dampak Relokasi Rempang pada Pemilu 2024: Potensi Golput dan Trauma Masyarakat

Baca juga: Legislator Kepri Sarankan Masyarakat Masuk Konsep Rempang Eco-City, Tanpa Harus Digusur

Rudi pun menjawab pertanyaan warga dengan mengatakan wewenangnya terbatas.

“Setelah kita dudukan satu bulan, apa yang bisa saya berikan kepada ibu-ibu,” ujarnya.

“Makanya tempat baru kita berikan untuk bapak ibu begeser,” kata Rudi.

Lahan di laut juga bukan merupakan kewenangannya, sehingga tak memiliki kewenangan untuk itu.

“Kalau tadi ada yang bilang lahan di pantai tidak diukur, itu bukan kewenangan kita, tetapi pantai itu kewenangan lembaga lain,” kata Rudi.

Ia juga menjawab, perihak lahan masyarakat kampung yang terdapat di HPK. Menurutnya, persoalan lahan di HPK juga bukan kewenangan Rudi.

“Kalau saya ambil keputusan (soal HPK) itu berisiko kepada saya,” katanya. (*)

Ikuti Berita Lainnya di Google News