TANJUNGPINANG – Pengamat politik dan pemerintahan dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji Tanjungpinang, Endri Sanopaka berpendapat penjabat gubernur, bupati dan wali kota yang berasal dari TNI dan Polri dapat mencegah konflik politik Pilkada serentak 2024.
Menurut Endri, perwira tinggi TNI dan Polri dinilai memiliki pengalaman dalam mencegah dan menangani konflik di daerah. Sehingga dapat mengaplikasikan pengalamannya itu untuk mengawal birokrasi pemerintahan daerah agar tetap netral dalam menghadapi pilkada.
“Sisi positif kalau perwira tinggi TNI dan Polri menjabat sebagai penjabat kepala daerah, mereka memiliki kemampuan untuk mencegah dan meredam konflik politik, yang potensial terjadi saat pilkada,” kata Endri, Ahad (29/5).
Baca juga: Pengamat Dukung TNI-Polri Jadi Penjabat Kepala Daerah
Salah satu penyebab konflik pilkada yang kerap terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kepri, yakni terdapat aparatur sipil negara (ASN) yang tidak netral atau berpihak kepada kandidat tertentu.
“Saya pikir, perwira tinggi TNI dan Polri memiliki kemampuan dalam memetakan konflik pilkada sehingga dapat mencegahnya,” ucapnya.
Endri juga menilai perwira tinggi TNI dan Polri memiliki kelemahan saat menjabat sebagai penjabat kepala daerah yakni mereka tidak berpengalaman memimpin pemerintahan daerah. Namun, kelemahan itu dapat ditutupi dengan kemampuan mereka dalam memimpin para birokrat di pemerintahan.
“Ada banyak pejabat di pemerintahan yang bekerja mengeksekusi program kerja yang telah ditetapkan. Penjabat kepala daerah cukup mengawasi dan mengaturnya agar pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga beliau bisa fokus mengawal penyelenggaraan pilkada 2024,” tuturnya.
Baca juga: Pemilu dan Pilkada Serentak akan digelar di tahun 2024
Terkait persoalan netralitas perwira tinggi TNI dan Polri, Endri berpendapat, semestinya hal itu tidak diragukan lagi. Pertama, sejak awal berstatus sebagai TNI dan Polri wajib bersikap netral dan berpihak kepada rakyat untuk kepentingan negara. Kedua, anggota TNI dan Polri bukan pengurus partai dan tidak dibenarkan berafiliasi terhadap partai politik tertentu.
“Mereka sejak menyandang sebagai anggota TNI dan Polri, apa pun pangkatnya, tidak memiliki hak untuk menggunakan hak suaranya pada pemilu maupun pilkada,” ujarnya.
Lebih lanjut Endri menambahkan bahwa keragu-raguan sejumlah pihak terhadap kinerja perwira tinggi ketika menjabat sebagai penjabat kepala daerah kemungkinan terkait intervensi atasan dari satuan asalnya. Namun, hal itu seharusnya dapat dinetralkan melalui komitmen dan sumpah jabatan ketika menjabat sebagai penjabat kepala daerah.
“Ketika menjabat sebagai kepala daerah semestinya menjadi pemimpin yang netral, tidak berpihak kepada satu kelompok atau partai tertentu,” ujarnya.
“Menjadi warga sipil yang memimpin sementara daerah, yang harus bebas dari intervensi yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap pemerintahan,” pungkasnya.