Pengamat UGM Dukung Larangan Ekspor Batu Bara

Batu Bara Indonesia Jadi Andalan Cina
Ilustrasi - Batu bara untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap. (ANTARA/HO-PTBA)

Menurut dia, meskipun ada denda bagi pengusaha batu bara yang tidak memenuhi ketentuan DMO, namun dendanya sangat kecil.

“Pada saat harga batu bara membumbung, pengusaha memilih membayar denda untuk lebih mendahulukan ekspor seluruh produksi batu bara ketimbang memasok kebutuhan batu bara PLN sesuai ketentuan DMO,” ujarnya.

Kalau kebutuhan PLN tidak segera dipenuhi berpotensi menyebabkan 20 PLTU batu bara dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan terjadi pemadaman.

Alternatifnya, PLN membeli batu bara di pasar dengan harga sebesar 196 dolar AS per metrik ton. Namun, alternatif ini menyebabkan harga pokok penyediaan listrik (HPP) PLN membengkak yang dapat membuat PLN terpaksa menaikkan tarif listrik untuk mencegah kebangkrutan.

“Kenaikan tarif listrik sesuai harga keekonomian sudah pasti akan menaikkan inflasi yang makin memberatkan beban rakyat dan memperburuk daya beli masyarakat,” jelas Fahmy.

Sejumlah negara mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut larangan ekspor batu bara.

Kebijakan tersebut tidak hanya melambungkan harga batu bara dunia hingga mendekati 200 dolar AS per metrik ton, tetapi juga mengancam keberlangsungan pembangkit listrik yang menggunakan energi primer batu bara di berbagai negara.

Dalam keterangan menjelang pelarangan ekspor batu bara, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa batu bara merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Lebih lanjut Fahmy menilai kebijakan larangan ekspor batu bara merupakan wujud semangat nasionalisme dalam mempertahankan sumber daya alam demi kemakmuran rakyat.

“Selain untuk mendahulukan kepentingan dalam negeri juga untuk mengontrol kekayaan alam agar kekayaan alam dapat dimanfaatkan sebesarnya bagi kemakmuran rakyat,” katanya.

Sebelumnya, Filipina meminta Indonesia mencabut larangan ekspor batu bara. Pasalnya, kebijakan itu merugikan ekonomi negaranya.

Pemerintah Indonesia, pengekspor batu bara termal terbesar dunia, menangguhkan ekspor bahan bakar tersebut pada 1 Januari setelah perusahaan listrik negara PLN melaporkan stok bahan bakar untuk pembangkit listrik dalam negeri sangat rendah.

Menteri Energi Filipina Alfonso Cusi meminta Indonesia untuk mencabut larangan ekspor batu bara. Departemen Energi Filipina pada Senin (10/01), mengatakan kebijakan itu akan merugikan ekonomi negaranya yang sangat bergantung pada batu bara untuk menggerakkan pembangkit listrik.

Langkah Filipina itu menyusul permintaan serupa dari negara-negara Asia lainnya, seperti Jepang dan Korea Selatan. (*)

 

Penulis: AntaraEditor: Muhammad Bunga Ashab