Pengamat UGM Dukung Larangan Ekspor Batu Bara

Batu Bara Indonesia Jadi Andalan Cina
Ilustrasi - Batu bara untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap. (ANTARA/HO-PTBA)

Jakarta – Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mendukung langkah  pemerintah melarang ekspor batu bara.

“Kalau larangan ekspor batu bara tidak diberlakukan menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik…, akan semakin memberatkan beban rakyat,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (11/01).

Larangan ekspor batu bara mendapat aksi protes para pengusaha dan sejumlah negara yang menentang kebijakan itu.

Fahmy menyampaikan rasa prihatin terkait batu bara domestik, karena komoditas ini seharusnya bisa memakmurkan rakyat justru kondisi sebaliknya malah memberatkan rakyat.

Dia menegaskan agar suara-suara lantang yang mendukung larangan ekspor batu bara terus ada demi keberlanjutan larangan ekspor batu baru agar tetap berlaku hingga pengusaha batu bara memenuhi ketentuan persentase penjualan untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).

Baca juga: Filipina Minta Indonesia Cabut Larangan Ekspor Batu Bara

Per 1-31 Januari 2022, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan telah membekukan izin ekspor 490 perusahaan batu bara dari total 619 perusahaan batu bara di Indonesia karena mereka tidak memenuhi DMO.

Bahkan dari jumlah itu sebanyak 418 perusahaan batu bara tidak pernah menjalankan komitmen DMO terhitung sejak Januari hingga Oktober 2021. Mereka terus mengeruk batu bara yang digali dari tambang-tambang di Indonesia, lalu menjualnya ke luar negeri dan tidak pernah memenuhi ketentuan DMO.

Fahmy menjelaskan kebijakan larangan ekspor batu bara tersebut dipicu oleh tidak dipenuhinya DMO yang mewajibkan pengusaha untuk memasok batu bara ke PLN sebesar 25 persen dari total produksi per tahun dengan harga 70 dolar AS per metrik ton.

Penulis: AntaraEditor: Muhammad Bunga Ashab