Pengembangan Rempang Jadi Mimpi Buruk Bagi Warga Setempat

Rempang
Suasana di pesisir pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. (Foto: Muhamad Ishlahuddin)

BATAM – Pengembangan kawasan Rempang, Batam, Kepulauan Riau, menjadi mimpi buruk bagi warga setempat.

Pasalnya, PT Makmur Elok Graha (MEG) mendapat alokasi lahan dari Badan Pengusaha (BP) Batam untuk mengembangkan Rempang dengan nilai investasi Rp831 triliun dan luas 17 ribu hektare.

Kekhawatiran mulai muncul terkait rencana pemerintah akan merelokasi para warga di Rempang. Terusir dari tanah kelahiran, bak mimpi buruk bagi Gerisman Ahmad, seorang tokoh masyarakat di Rempang.

Menyesal pikirnya, kala dulu kawasan Rempang yang awalnya masuk dalam wilayah Bintan Selatan, Tanjungpinang setuju bergabung dengan Batam di akhir tahun 1999 silam. Kini bukannya hal baik yang mereka terima, justru kabar buruk menghampiri. Tanah kelahiran nenek moyang mereka akan diambil oleh pemerintah, mereka akan terusir.

Menurutnya takada yang lebih berharga, selain bertahan di tengah kampung peninggalan nenek moyangnya. Sebab, banyak cerita dan sejarah telah terukir di sana. “Silakan membangun, tapi jangan usik pemukiman warga,” kata dia.

Ia menegaskan, mereka tak menolak rencana pembangunan besar yang telah diwacanakan pemerintah, mereka hanya tetap ingin kampung-kampung di Rempangp tetaplah dijaga. Mereka tak ingin terusir dari daerah kelahiran mereka.

Sejarah Rempang

Gerisman menceritakan kilas balik berdirinya pulau Rempang. Menurutnya, tahun 1834 sudah berdiri kampung-kampung di kawasan tersebut, di antaranya Pulau Abang, Kampung Karas, kemudian Sembulang dan Cate.

Kemudian setelah Indonesia merdeka, kembali menyusul terbentuknya 11 kampung pada 1960, salah satu yang paling muda, Pantai Melayu yang ia tempati saat ini.

“Sebelum merdeka, kami berada di bawah kerajaan Riau Lingga. Kemudian setelah Belanda masuk, kalau mak saya bilang ‘ada belanda muda [Belanda] ada belanda tua [Jepang].’ Waktu itu, saking susahnya keadaan, mereka yang meninggal dibungkus dengan tikar pandan langsung dimasukan ke liang lahat,” kata dia.

Saat itu, orang-orag Melayu sudah memilki tanah garapan, sudah banyak kebun di kawasan itu. Kehidupan di zaman itu, ia nilai sangat sulit dalam hal keuangan, begitu juga dengan jangkauan ke Tanjungpinang yang menjadi pusat pemerintahan.

“Mau ke Tanjungpinang, harus mendayung satu hari baru tiba,” kata dia.

Mengurus legalitas tanah menurutnya saat itu sangatlah sulit, selain terbatasnya transpotasi, Camat yang menjabat saat itu juga sangat sulit ditemui.

“Bagaimana mengurus legalitas sementara untuk bertemu camat waktu itu dari kewedanaan Bintan Selatan [tahun 1970] seperti ketemu malaikat saking susahnya. Apalagi mau mengurusi legalitas tanah,” katanya.

Ia pun mempertanyakan bagaimana status tanah mereka saat ini, sementara kebun dan sebagainya, ada dalam pemetaan dari Bintan Selatan tahun 1980, pemetaan camat Galang.

“Tahun 1999 bulan Desember kami gabung di Kota Batam, dengan harapan semua berjalan lebih baik, pendidikan ekonomi, sosial budaya. Alhamdulilah kami akui berjalan baik, Tapi ada satu hal yang tidak ada pelayanan sama sekali, tentang legalitas tanah. karena waktu itu, keluar surat edaran wali kota tahun 2002, berisi Seluruh camat, kepala desa, lurah se-Kota Batam tidak diperkenankan lagi mengetahui, menerbitkan surat-surat tanah,” kata dia.

“Jadi pertanyaan kami, apakah sampai hari ini, sudah 77 tahun kita merdeka, kami belum dapatkan kemerdekaan tentang legalitas tanah. sementara alur kami menempatkan lahan itu sudah 150 tahun.”

Warga Rempang lainnya, Rusli mengatakan hal senada, pihaknya mendukung pembangunan yang direncanakan di pulau Rempang. Namun, ia meminta kepada pemerintah untuk tidak melakukan penggusuran kampung mereka.

Ia meminta pemerintah mengeluarkan SK agar daerah mereka tak diganggu oleh rencana pembangunan.

“Tempat kami patok-patok sudah ada. Kami ikut pemilu tiap tahun, tapi opini di lapangan berkembang ada informasi soal ganti rugi, nanti rumah diganti rumah. Ada 16 titik kampung di Pulau Rempang ini, dari dulu kami tidak memiliki kekuatan, padahal kami bagian dari NKRI. Kami mendukung pembangunan tapi jangan gusur kami,” kata dia.

“Kalau sampai kampung kami digusur, kami siap mati,” ujar Suardi, warga Monggak.

6.840 Warga Terancam Tergusur

Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh ulasan.co dari Kecamatan Galang, total ada 2.402 Kepala Keluarga yang menghuni dua Kelurahan yang akan terdampak, yakni Kelurahan Rempang Cate dan Sembulang.

“Jumlah penduduk Kelurahan Sembulang 3.403 jiwa dengan 1.200 Kepala Keluarga [KK], Kelurahan Rempang Cate 3.437 jiwa dengan 1.202 KK. Data ini jumlah penduduk sesuai domisili. Namun, orang yang berkebun ber KTP di luar Galang, belum dapat Jumlah yang pasti,” kata Camat Galang, Ute Rambe.

Baca juga: Pengembangan Pulau Rempang, Kepala BP Batam Optimistis Investasi Meningkat

Rata-rata para penduduk didominasi oleh suku Melayu dan berprofesi sebagai nelayan.

BP Batam Akan Bangun Kawasan Pemukiman Terpadu

Setelah resmi mengelola Kawasan Rempang, PT MEG berencana untuk merelokasi warga dengan membangun kawasan pemukimam terpadu.

“Kami merupakan mitra dari BP Batam dan Pemko Batam dalam mengembangkan Pulau Rempang,” kata Komisaris sekaligus Juru Bicara PT MEG, Fernaldi Anggadha.

Ia mengatakan, dalam pengembangan Pulau Rempang, BP Batam maupun Pemko Batam sangat aktif dalam menyerap seluruh aspirasi dari masyarakat Rempang.

“Kita (PT MEG) bersama BP Batam dan Pemko Batam sangat memperhatikan, bagaimana kepentingan dari warga di sana,” ujarnya.

Sehingga kedepannya, PT MEG bersama BP Batam sudah menyediakan pemukiman terpadu. Dimana, dalam pemukiman tersebut akan dilengkapi dengan pasar modern, sarana olahraga, sekolah dan lainnya.

“Supaya skala ekonomi dari warga Rempang sendiri naik,” tegasnya.

Sebab, sebagaimana yang diketahui saat ini, masyarakat Pulau Rempang hidup secara sporadik atau terpisah jauh dari satu keluarga dengan keluarga lainnya.

Begitu juga dengan pendapatan masyarakat dari berbagai profesi mulai dari nelayan hingga petani.

“Ini sudah kita akomodir dan kita persiapkan perencanaan terbaik untuk warga disana dan juga kita siapkan juga pusat pelatihan dan pendidikan. Supaya nantinya warga atau anak tempatan di Rempang Galang bisa ikut berkontribusi dalam pembangunan Rempang,” jelasnya.

Ia menambahkan, pengembangan yang dilakukan di Pulau Rempang sendiri tak lain adalah untuk masyarakat Rempang itu sendiri. Sebab, PT MEG dan BP Batam tidak ingin masyarakat Rempang hanya menjadi penonton dalam proses pembangunan ini.

“Sekarang sudah saatnya kita bangun Pulau Rempang ini, dan kita pemain utamanya. Khususnya untuk masyarakat Rempang Galang,” imbuhnya.

BP Batam Luncurkan Pengembangan Pulau Rempang

BP Batam rencana bakal menjadikan Pulau Rempang sebagai The New Engine of Indonesian’s Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City”.

Hal tersebut diutarakan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, saat bertemu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Rabu (12/04) lalu saat agenda peluncuran (Launching) Program Pengembangan Pulau Rempang. BP Batam sudah menyiapkan _development plan_ sebagai pemanfaatan kawasan.

Rudi mengatakan, Pulau Rempang bakal menjadi kawasan industri sekaligus pariwisata yang memiliki “Green Zone”.

Nantinya, kawasan itu juga memberikan kemudahan koneksi antar pulau sekitar serta menyajikan zona pariwisata yang mengedepankan konservasi alam.

Ada pula taman burung serta zona sejarah dan kawasan agrowisata terpadu yang memanfaatkan keunggulan alam di pulau tersebut.

Tak main-main, lanjut Rudi, target investasi di pulau itu pun mencapai Rp 381 triliun dan akan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306 ribu orang.

“Saya berharap, akselerasi pengembangan wilayah Rempang nantinya bisa ikut memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah,” bebernya lagi.

Dalam agenda tersebut, Rudi juga berkesempatan untuk menerima langsung SK HPL Kawasan Rempang dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang diserahkan oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang RI, Raja Juli Antoni.

Ia juga turut menyerahkan _Development Plan_ kawasan tersebut kepada PT Makmur Elok Graha (MEG) sebagai perusahaan pengembang.

Rudi berharap, PT MEG dapat mempercepat pembangunan kawasan sehingga mampu memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Batam. (*)

Ikuti Berita Lainnya di Google News