TANJUNGPINANG – Invasi Rusia ke Ukraina yang masih berlangsung saat ini, menjadi pemicu meningkatnya persenjataan nuklir di beberapa negara.
Dilansir dari ccnindonesia, hal itu berdasarkan laporan dari lembaga pemikir Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).
SIPRI menyatakan, invasi Rusia ke Ukraina yang mendapat dukungan Barat untuk Kyiv meningkatkan persenjataan nuklir di sejumlah negara bersenjata.
Dikutip dari Reuters, ketegangan muncul pada 9 negara yang memiliki persenjataan nuklir di dunia karena konflik Rusia dan Ukraina.
Persenjataan nuklir global diperkirakan akan tumbuh dalam beberapa tahun ke depan, untuk pertama kalinya sejak Perang Dingin dengan tingkat risiko yang lebih besar.
“Semua negara bersenjata nuklir meningkatkan, atau meningkatkan persenjataan mereka. Sebagian besar mempertajam retorika nuklir, serta peran senjata nuklir dalam strategi militer mereka,” kata Direktur Program Senjata Pemusnah Massal SIPRI, Wilfred Wan, dalam buku tahunan 2022.
“Ini adalah tren yang sangat mengkhawatirkan,” ucap Wilfred Wan menambahkan.
Baca juga: Pesawat Tempur, Rudal Hingga 12 Drone Ukraina Jatuh Dicegat Rudal Rusia
Laporan itu menyebutkan, antara bulan Januari 2021 dan Januari 2022 senjata nuklir mengalami sedikit penurunan saat itu.
Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan penangkal nuklir mereka, dalam posisi siaga penuh tiga hari setelah serangan Rusia ke Ukraina yang disebut Kremlin sebagai ‘Operasi Militer Khusus’.
Sat itu Putin juga memberikan peringatan keras soal konsekuensi “seperti yang belum pernah Anda lihat sepanjang sejarah Anda” bagi negara-negara yang menghalangi Rusia.
Dalam publikasi itu, Rusia disebut memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia dengan 5.977 hulu ledak, lebih banyak sekitar 550 hulu ledak dari Amerika Serikat.
Kedua negara tersebut mempunyai 90 persen lebih banyak hulu ledak dunia.
Namun SIPRI mengatakan, China dalam pengembangan dengan perkiraan memiliki lebih dari 300 silo rudal baru.