JAKARTA – Setelah mengungkap data transaksi judi online (judol) sepanjang tahun 2023, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali mengungkap data total transaksi gelap para koruptor.
Transaksi hasil kejahatan korupsi dalam bentuk tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan tercatat sepanjang tahun 2023 transaksi gelap itu mencapai Rp2,29 triliun.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, nilai total transaksi itu diperoleh dari hasil analisis dan dua hasil pemeriksaan, yang merupakan permintaan informasi transaksi keuangan dari penyidik tindak pidana korupsi.
“PPATK telah menghasilkan total 98 hasil analisis dan dua hasil pemeriksaan terkait pidana korupsi dengan total Rp2,29 triliun,” kata Ivan dalam acara Refleksi Kerja PPATK 2023 seperti dikutip Jumat 12 Januari 2024.
Melansir dari cnbc Indonesia, Ivan juga menjelaskan, dari total transaksi yang terdeteksi beberapa modus operasi atau tipologi pencucian uang yang ditemukan dalam kasus korupsi yaitu menggunakan rekening milik ajudan pribadi dan staf, sebagai pihak penerima dana untuk kepentingan politically exposed persons (PEP’s).
Definisi PEP’s itu sendiri, berdasarkan Peraturan PPATK Nomor 11 Tahun 2020 adalah, orang perseorangan yang tercatat atau pernah tercatat sebagai penyelenggara negara, memiliki atau pernah memiliki kewenangan publik, atau fungsi penting.
Selain lewat ajudan dan staf, PEP’s dalam melalukan pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi juga menggunakan cara memanfaatkan rekening atas nama keluarganya, sebagai rekening penampung dana.
“Ini lebih ke keluarganya ya di luar PEP’s seperti istri, anak, saudara-saudaranya untuk tampung dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi,” sambung Ivan.
Ivan menambahkan, para pelaku korupsi yang juga pelaku TPPU ini juga kerap menggunakan rekening perusahaan baik aktif maupun fiktif.
Menurutnya, cara itu dilakukan sebagai underlying penerimaan dana terkait suap atau gratifikasi, untuk menampung dana yang menjadi kepentingan dari PEP’s.
“Sedangkan modus lainnya dengan cara melakukan pembelian aset seperti kendaraan, batu mulia, perhiasan, dan barang mewah lainnya. Kemudian cara lainnya menggunakan fasilitas safe deposite box, serta valuta asing dalam upaya suap atau gratifikasi,” ungkap Ivan.