Tanjungpinang – Empat dari enam orang nelayan tradisional asal Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Kepri) yang ditahan Kepolisian Malaysia di perbatasan Indonesia-Malaysia akhirnya dibebaskan.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Syukur Haryanto mengatakan, dibebaskan keempat nelayan Bintan itu setelah menjalani proses persidangan dengan pendampingan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
“4 orang di antaranya diperbolehkan untuk pulang ke Indonesia yakni Sandi (18), Andi (18), Reza Matian (20) dan Gunawan (17),” kata Syukur Haryanto di Bintan, Kamis (05/08).
Pria yang kerap disapa Buyung Adly ini menuturkan, keempat nelayan Bintan itu dua diantaranya Sandi dan Andi sudah tiba di Batam dan menjalani karantina. Namun, dua orang lainnya masih di Malaysia.
“Dua orang nelayan lagi masih di karantina di Malaysia, sebab ketika mau pulang mereka di swab dulu dan hasilnya positif yaitu sauadara Reza Matian dan Gunawan sehingga mereka harus di karantina di Malaysia,” ujarnya.
Baca juga: Tiga Nelayan Bintan Ditangkap Polisi Malaysia
Sementara itu, untuk dua orang sisanya yang bertugas sebagai tekong saat itu masih ditahan Pemerintah Malaysia lantaran harus menjalani persidangan di Mahkamah Kote Tinggi Johor Baru.
“Agus Suprianto (26), dan Muhammad Rafi (33) akan menjalani persidangan dengan didampingi KJRI dengan jalur mediasi,” tuturnya.
Sebelumnya, pada Kamis (08/07), nelayan asal Bintan mengalami kerusakan mesin perahu di perbatasan Indonesia-Malaysia. Rusaknya mesin perahu itu, menyebabkan para nelayan terbawa arus memasuki wilayah perairan Malaysia. Oleh sebab itu para nelayan ditahan di Malaysia.
“Mereka yang sebelumnya melaut di perbatasan ini diinformasikan karena perahunya rusak hingga masuk ke negara tetangga yaitu Malaysia,” ungkapnya.
Menyikapi hal tersebut, KNTI meminta Pemerintah Indonesia agar dapat mempercepat proses pemulangan kedua nelayan yang masih ditahan di Malaysia itu.
Ia pun meminta agar Pemerintah Indonesia dapat lebih memperhatikan nelayan tradisional dengan memberikan fasilitas dan perlindungan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Perlindungan Nelayan nomor 6 Tahun 2017.
“Pemerintah perlu menfasilitasi nelayan perbatasan dengan alat komunikasi yang modern dan kapal yang layak jalan agar tidak selalu rusak di tengah mencari nafkah,” tegasnya.
Ia menilai, satu pusat informasi yang bisa diaskes bersama itu bertujuan untuk memudahkan nelayan jika mengalami kendala masalah baik mesin rusak, adanya pukat trawl, penyeludupan narkotika atau adanya pencurian ikan oleh kapal asing.
Baginya, selain melaut nelayan juga adalah garda terdepan penjaga kedaulatan NKRI dari maraknya pencurian ikan oleh kapal asing.
“Maka sudah saatnya pemerintah memfokuskan perhatiannya ini untuk nelayan perbatasan,” tandasnya.
Pewarta: Muhammad Chairuddin
Redaktur: Albet