KARIMUN – Setelah 16 hari diamankan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), nelayan asal Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, A Huat (54 tahun) akhirnya bisa kembali ke tanah air.
Ia dijemput oleh Satpolairud, PSDKP, dan Bakamla di perbatasan perairan Indonesia-Malaysia, Selasa 18 Maret 2025, sebelum tiba di Pelabuhan Domestik Karimun sekitar pukul 14.50 WIB dengan kapal patroli Satpolairud Polres Karimun.
Kepala Cabang PSDKP Karimun, Faisal, menjelaskan bahwa pemulangan A Huat berhasil dilakukan berkat negosiasi intensif melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru, Malaysia.
“Kami melakukan serah terima di perbatasan negara. Begitu selesai, langsung kembali ke Karimun,” ujar Faisal.
Menurutnya, pihak keamanan Malaysia tidak menemukan unsur pelanggaran hukum dalam insiden ini.
“Alhamdulillah, A Huat dikembalikan dalam keadaan sehat. Terima kasih kepada KJRI Johor Bahru yang telah membantu,” tambahnya.
A Huat sebelumnya diamankan oleh APMM setelah kapalnya terbawa arus ke perairan Malaysia saat hendak menarik jaring ikan yang telah ditebarnya.
A Huat Ingin Bertemu Keluarga
Sesampainya di Karimun, A Huat tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Hal pertama yang ia inginkan setelah turun dari kapal adalah bertemu dengan anak dan istrinya.
“Kalau bisa, langsung ketemu anak istri,” ujarnya penuh haru.
Baca juga: Perahu Terseret Arus di Perbatasan, Seorang Nelayan Asal Karimun Ditangkap Aparat Maritim Malaysia
Selama berada di Malaysia, A Huat hanya bisa berkomunikasi dua kali dengan keluarganya, membuat mereka sangat khawatir.
“Saya sempat menyampaikan ke keluarga kalau saya sehat dan baik-baik saja,” katanya.
Meski sempat ditahan, A Huat mengaku diperlakukan dengan baik oleh otoritas Malaysia. Ia pun berterima kasih kepada pemerintah Indonesia, terutama perwakilan di Malaysia serta petugas yang telah menjemputnya.
“Saya senang bisa pulang, terima kasih kepada bapak-bapak dan ibu-ibu yang membantu saya,” tuturnya.
Kisah A Huat menjadi pengingat bahwa perairan perbatasan memiliki tantangan tersendiri bagi para nelayan tradisional. Ke depan, diharapkan ada solusi diplomatik yang lebih baik agar kejadian serupa tidak terulang. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News