Ukraina Diduga Jual Senjata Bantuan dari AS dan NATO ke Timur Tengah

Seorang prajurit pasukan militer Ukraina mengoperasikan FGM-148 'Javelin', rudal anti-tank portabel buatan Amerika Serikat (AS) di sebuah pos pemeriksaan di dekat Kharkiv 23 Maret 2022. (Foto:Doc/Sergey Bobok/AFP)

KIEV – Laporan investigasi pihak swasta menyebutkan, Ukraina telah menjual beberapa senjata dan amunisi bantuan Amerika Serikat (AS) dan negara NATO ke pasar gelap.

Kabar tersebut diungkap oleh ajudan ketua Republik Rakyat Donetsk (DPR), Yan Gagin.

Yan Gagin menyebutkan, penyelidikan dugaan tersebut dilakukan oleh anggota kelompok reaksi operasional khusus yang dibentuk oleh pimpinan pemerintahan DPR.

“Kami pernah melakukan investigasi mengenai hal ini, setahun yang lalu. Kami menemukan banyak tawaran di darknet, tawaran penjualan senjata NATO yang dikirim ke Ukraina. Ada foto, ada video yang menunjukkan sampel senjata. senjata yang sudah ada di depan, di foto dalam formasi tempur, di parit, dan ada sampel senjata yang masih dibungkus, belum beraksi, baru tiba di Ukraina dari negara pemasok,” kata Gagin.

Menurut Gagin, situs darknet menawarkan beragam pilihan senjata mulai dari rudal hingga senjata kecil.

“Dan semua ini dijual kepada siapa saja yang mau membayar sejumlah uang,” tambah Gagin kepada sputnik.

Baca juga: Arab Saudi Susul Indonesia Beli Jet Tempur Dassault Rafale Imbas Embargo Jerman

“Kami melangkah lebih jauh. Ada penyelidikan, kami menemukan orang-orang yang membeli senjata ini di Timur Tengah. Ada wawancara dengan perwakilan berbagai organisasi di Timur Tengah, di mana mereka menceritakan bagaimana, dari siapa, dan kapan mereka membelinya. Sesuatu. Mereka membeli bukan sekadar berniat membeli, tapi membuat kesepakatan,” tegas Yan Gagin.

Sebelumnya Gagin mengatakan, bahwa senjata NATO setelah dipindahkan ke Kiev, bisa saja dijual kembali dan sekarang digunakan untuk melawan tentara Israel.

Beberapa jam setelah milisi Hamas melancarkan serangan terhadap Israel, beberapa komentator menyatakan, bahwa milisi Hamas berperang di Palestina mungkin menggunakan senjata yang diperoleh dari Ukraina.

Kemudian para pengamat internasional mulai mengkhawatirkan asal usul senjata milisi Hamas, ketika menembakkan ratusan roket dan menyusup ke wilayah yang berbatasan dengan Jalur Gaza. Bahkan pasukan milisi Hamas membunuh personel keamanan Israel dan menyandera.

Perwakilan DPR AS, Marjorie Taylor Greene yang menyatakan, bahwa Hamas mungkin menggunakan senjata AS yang ditinggalkan oleh pasukan AS selama penarikan dari Afghanistan pada tahun 2021 atau dipasok ke rezim di Kiev oleh pemerintahan Biden sejak Februari 2022.

Baca juga: Marzuki Darusman Minta Scandal Jual Senjata Ilegal Tiga BUMN ke Myanmar Diusut
Personel militer Ukraina menerima pengiriman senjata anti-tank FGM-148 ‘Javelin’ dari Amerika Serikat (AS) yang tiba di Bandara Boryspil, Kiev, Ukraina, Jumat (11/2/2022) lalu. (Foto:Doc/Sergei Supinski/AFP)

Namun pernyataan Marjorie belum memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaimnya tersebut.

Jauh sebelum kekhawatiran semacam ini muncul di negara-negara Barat, malah Kementerian Luar Negeri Rusia telah berulang kali memperingatkan di depan umum, bahwa persenjataan yang disediakan oleh AS dan NATO untuk Ukraina mungkin akan masuk ke pasar gelap global.

“Saya telah berbicara selama satu setengah tahun selama pengarahan Kementerian Luar Negeri Rusia tentang senjata yang dipasok oleh NATO dan AS kepada Zelensky yang tersebar di pasar gelap. Saya bahkan telah menunjukkan alasannya soal korupsi di Ukraina, dan hubungan korupsi antara Washington dan Kiev. Saya sudah membicarakannya, saya memperingatkannya, saya meminta media asing untuk menyelidikinya,” tulis juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam postingan media sosialnya pada 9 Oktober.

Zakharova juga menyatakan, bahwa semakin sulit bagi negara-negara anggota OSCE yang memasok senjata ke Kiev, untuk menyembunyikan semakin banyaknya kasus senjata-senjata tersebut dicuri dan dijual kembali di pasar gelap.

AS dan sekutu Baratnya mulai mengalirkan senjata dan amunisi ke Ukraina tak lama setelah Rusia melancarkan operasi militernya di negara tersebut pada Februari 2022.

Kremlin telah berulang kali memperingatkan agar tidak terjadi eskalasi lebih lanjut yang mengarah pada keterlibatan langsung NATO dalam konflik tersebut.