Berikut 89 adagium hukum terkenal yang dapat dijadikan pedoman.
1. Absolute sentienfia expositore non indiget – sebuah dalil yang sederhana tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
2. Accipere quid ut justitiam focias non est team accipere quam exiorquere – menerima sesuatu sebagai imbalan untuk menegakkan keadilan lebih condong ke tindakan pemerasan, bukan hadiah.
3. Actory in cumbit probatio – siapa yang menggugat dialah yang wajib membuktikan.
4. Adaequatio intellectus et rei – adanya kesesuaian pikiran dengan objek. Prinsip ini pada dasarnya merupakan rambu-rambu dalam merumuskan materi hukum yang telah diterima secara universal.
5. Afgirmantis est probare – orang yang menyiyakan harus membuktikan.
6. Affirmanti, non neganti, incumbit probatio – pembuktian bersifat wajib bagi yang mengajukan, bukan bagi penyangkal,
7. Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars – para pihak harus didengar. Apabila persidangan dimulai, hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja.
8. Bis de eadem re ne sit actio atau ne bis in idem – perkara sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya.
9. Clausula rebus sic stantibus – perjanjian antarnegara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama.
10. Cogitationis poenam nemo patitur – tidak ada seorang pun dapat dihukum atas apa yang dipikirkannya.
11. Cujus est commodum, ejus debet esse inc ommodum – seseorang yang mendapatkan suatu keuntungan juga akan mendapatkan kerugian.
12. Cujus est dominium, ejus est periculum – risiko atas suatu kepemilikkan ditanggung oleh pemilik.
13. Culpae poena par esto – hukuman harus setimpal dengan kejahatannya.
14. Cum adsunt testimonia rerum, quid opus est verbist – saat ada bukti dari fakta-fakta, apa gunanya kata-kata?
15. Cum aliquis renunciaverit sociatati, solvitur societas – saat rekan telah meninggalkan persekutuannya, maka persekutuan tersebut dinyatakan bubar.
16. Cum letitimae nuptiae factae sunt, patrem liberi sequuntur – anak yang lahir dalam perkawinan yang sah mengikuti kondisi ayahnya.
17. Da tua sunt, post mortem tune tua sunt – berikanlah benda-benda kepunyaanmu saat kau masih memilikinya; setelah meninggal benda-benda tersebut bukan kepunyaanmu lagi.
18. De gustibus non est disputandum – perihal selera tidak dapat disengketakan.
19. Debet quis juri subjacere rrbi delinquit – seseorang penggugat harus tunduk pada hukum yang berlaku di tempat dia mengajukan gugatan.
20. Dormiunt aliquando leges, nunquam moriuntur – hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati.
21. Droil ne done, pluis que soit demaunde – hukum memberi tidak lebih dari yang dibutuhkan.
22. Ei incumbit probatio quidicit, nonqui negat – beban pembuktian diberikan pada orang yang menggugat, bukan tergugat.
23. Equality before the law – semua orang sama di depan hukum.
24. Equum et bonum est lex legum – apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum.
25. Facta sunt potentiora verbis – perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata.
26. Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus – sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan.
27. Frustra legis auxilium quaerit qui in legem committit – adalah sia-sia bagi seseorang yang menentang hukum namun ia sendiri meminya bantuan hukum.
28. Geen straf zonder schuld – tiada hukum tanpa kesalahan.
29. Gouverner c’est prevoi – menjalankan pemerintahan berarti melihat ke depan dan menjalankan apa yang harus dilakukan.
30. Heares est cadem persona cum antecessore – ahli waris sama kedudukannya dengan pendahulunya.
31. Het recht hinkt achter de feiten aan – hukum senantiasa tertatih-tatih mengejar perubahan zaman.
32. Het vermoeden van rechtmatigheid – kebijakan pemerintah harus dianggap benar dan memiliki kekuatan hukum mengikat sampai dibuktikan sebaliknya.
33. Id perfectum est quad ex omnibus suis partibus constant – sesuatu dinyatakan sempurna apabila setiap bagiannya lengkap.
34. Ignorantia excusatur non juris sed facti – ketidaktahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan, tapi tidak demikian halnya ketidaktahuan akan hukum
35. Ignorantia judicis est calanaitax innocentis – ketidaktahuan hakim ialah suatu kerugian bagi pihak yang tidak bersalah.
36. Ignorantia juris non excusat – ketidaktahuan akan hukum tidak dimaafkan.
37. Inde datae leges be fortior omnia posset – hukum dibuat, jika tidak orang yang kuat akan mempunyai kekuasaan tidak terbatas.
38. Index animi sermo – cara seseorang berbicara menunjukkan pikirannya.
39. Iniquum est aliquem rei sui esse judicem – adalah tidak adil bagi seseorang untuk diadili pada perkaranya sendiri.
40. Interpretatio cessat in claris, interpretation est perversio – jika teks atau redaksi UU telah jelas, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya. Sebab, penafsiran terhadap kata-kata yang jelas berarti penghancuran.
41. Interset reipublicae res judicatoas non rescindi – adalah kepentingan negara bahwa suatu keputusan tidak dapat diganggu gugat.
42. Iudex ne procedat ex officio – hakim bersifat pasif menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya.
43. Iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur – hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya.
44. Ius curia novit – seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya.
45. Judex debet judicare secundum allegata et probata – seorang hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan pernyataan.
46. Judex herbere debet duos sales, salem sapientiae, ne sit insipidus, et salem conscientiae, ne sit diabolus – seorang hakim harus mempunyai dua hal: suatu kebijakan, kecuali dia bodoh; dan hati nurani, kecuali dia mempunyai sifat yang kejam.
47. Judex non potest esse testis in propria causa – seorang hakim tidak dapat menjadi seorang saksi dalam perkaranya sendiri.
48. Judex non reddit plus quam quod petens ipsse requirit means – seorang hakim tidak memberikan permintaan lebih banyak dari si penuntut.
49. Judex set lex laguens – hakim ialah hukum yang berbicara.
50. Judicandum est legibus non exemplis – putusan hakim harus berdasarkan hukum, bukan berdasarkan contoh. Seorang hakim tidak dibatasi untuk menjelaskan penilaian atau putusannya sendiri.
51. Judicia poxteriora sunt in lege fortiora – keputusan terakhir ialah yang terkuat di mata hukum.
52. Juramentum est indivisinle, et non est admittendum in partly true and partly falsum – sebuah sumpah tidak dapat dibagi; sumpah tersebut tidak dapat diterima jika sebagiannya benar dan sebagian lagi salah.
53. Jurare eat deum in testem vocare et est actus divini cultus – memberikan sumpah ialah sama halnya dengan memanggil Tuhan sebagai saksi, bagian dari keagamaan.
54. Juris quidem ignorantium cuique nocere, facti verum ignorantiam non nocere – pengabaian terhadap hukum akan merugikan semua orang; tetapi pengabaian terhadap fakta tidak.
55. Justitiae non est neganda, non differenda – keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda.
56. Lex dura sed ita scripta – hukum adalah keras tetapi harus ditegakkan.
57. Lex dura, sed tamen scripta – hukum memang kejam, tetapi begitulah yang tertulis.
58. Lex neminem cigit ad impossibilia – hukum tidak memaksakan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin.
59. Lex nemini operatur iniquum, neminini facit injuriam – hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapa pun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapa pun.
60. Lex posterior derogat legi priori atau lex posteriori derogat legi anteriori – hukum (undang-undang) yang baru menyampingkan undang-undang yang lama.
61. Lex prospicit, non respicit – hukum melihat ke depan, bukan ke belakang.
62. Lex rejicit superflua, pugnantia, incongrua – hukum menolak hal yang bertentangan dan tidak layak.
63. Lex semper dabit remedium – hukum selalu memberikan solusi.
64. Lex specialis derogat lex generali – hukum yang spesifik harus didahulukan daripada hukum yang umum.
65. Lex superior derogat legi inferiori – hukum yang lebih tinggi menyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya.
66. Moneat lex, priusquam feriat – undang-undang harus disosialisasikan terlebih dahulu sebelum digunakan.
67. Nemo judex in causa sua – hakim tidak boleh mengatur atau mengadili dirinya sendiri.
68. Nemo plus juris transferre potest quam ipse habet – tidak seorang pun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki).
69. Nullum delictum noela poena sine praevia lege poenali – suatu aturan hukum tidak bisa diterapkan terhadap suatu peristiwa yang timbul sebelum aturan hukum yang mengatur tentang peristiwa itu dibuat.
70. Opinio necessitatis – keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan.
71. Pacta sunt servanda – setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan iktikad baik.
72. Politiae legius non leges politii adoptandae – politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya.
73. Presumptio iures de iure – semua orang dianggap tahu hukum. Dikenal juga sebagai asas fiksi hukum.
74. Presumpito iustae causa – suatu keputusan pemerintahan dianggap absah sampai ada putusan hakim berkekuatan hukum mengikat yang menyatakan sebaliknya.
75. Presumption of innocence – asas praduga tidak bersalah: seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan tetap.
76. Quiquid est in territorio, etiam est de territorio – asas dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu.
77. Reo negate actori incumbit probatio – jika tergugat tidak mengakui gugatan, maka penggugat harus membuktikan.
78. Res nullius credit occupanti – benda yang ditelantarkan oleh pemiliknya bisa diambil atau dimiliki.
79. Salus populi suprema lex – kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara.
80. Similia similibus – dalam perkara yang sama, harus diputus dengan hal yang sama pula, tidak pilih kasih.
81. Spreekhuis van de wet – apa kata undang-undang itulah hukumnya.
82. Summum ius summa injuria, summa lex, summa crux – hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya.
83. Testimonium de auditu – kesaksian yang didengar dari orang lain.
84. Ubi jus ibi remedium – di mana ada hak, di sana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya, atau memperbaikinya jika hak tersebut dilanggar.
85. Ubi societas, ibi jus – di mana ada masyarakat, di situ ada hukum.
86. Ut sementem faceris ita metes – siapa yang menanam sesuatu dia yang akan memetik hasilnya.
87. Van rechtswege nieting; null and void – suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah batal demi hukum.
88. Volenti non fit iniuria; nulla iniuria est, quae in volentem fiat – tidak ada ketidakadilan yang dilakukan kepada seseorang yang menginginkan hal itu dilakukan.
89. Vox populi vox dei – suara rakyat adalah suara Tuhan. (*)
Sumber: Hukumonine.com
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News