BATAM – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam mengusulkan agar pembahasan untuk Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) tahun 2025 ditunda.
Usulan itu disampaikan oleh Ketua Apindo Batam, Rafky Rasyid yang menilai bahwa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 belum memberikan definisi yang jelas, terkait kriteria karakteristik, risiko, dan beban kerja yang lebih berat sebagai dasar penetapan UMSK.
“Ketidakjelasan ini membuat Dewan Pengupahan Kota kesulitan menentukan sektor mana yang layak mendapatkan UMSK,” ujar Rafky Rasyid saat jeda rapat pembahasan upah minimum bersama Dewan Pengupahan, Dinas Ketenagakerjaan, serta perwakilan pengusaha dan buruh di Gedung Graha Kepri, Batam Centre, Jumat 13 Desember 2024.
Rafky mengatakan, dalam Permenaker tersebut dijelaskan hal itu harus mengacu ke Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Sementara, dalam KBLI tidak dibahas terkait resiko kerja.
“Yang ada disitu resiko bisnis, resiko lingkungan, jadi kita bingung sendiri,” sambung Rafky.
“Kalau beban kerja, resiko serta karakteristiknya berbeda itu harus ditetapkan dalam UMSK. Nah kriteria yang menentukan berbeda itu apa, kita tak ada panduan,” sambungnya.
Meskipun begitu, Rafky menegaskan bahwa kewenangan untuk menetapkan UMSK tetap berada di tangan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri). “Namun, para pengusaha meminta agar penetapannya ditunda,” tambahnya.
Pada dasarnya, lanjut Rafky, Apindo setuju dengan usulan UMSK, namun dengan catatan dilakukan penundaan ini hingga pemerintah pusat mengeluarkan petunjuk pelaksanaan (juklak), dan petunjuk teknis (juknis) yang lebih jelas terkait implementasi UMSK.
“Apindo akan patuh terhadap keputusan pemerintah,” terangnya menegaskan.
Berikut poin-poin sikap Apindo dalam pembahasan UMSK 2025:
1. Dengan kenaikan UMK sebesar 6,5 persen sudah sangat memberatkan pengusaha. Perwakilan pengusaha khawatir kenaikan sebesar ini akan menimbulkan gelombang PHK di Batam.
Apalagi jika ditambah dengan beban kenaikan upah minimum sektoral, yang lebih tinggi dari UMK Kota Batam tahun 2025.
2. Belum jelasnya pembagian jenis risiko kerja di Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), sebagaimana yang tercantum di pasal 7 angka 3 dan 4 Permenaker no 16 tahun 2024 tentang upah minimum 2025.
3. Kategori risiko yang ada dalam KBLI 2020 bukan merupakan penentuan resiko kerja melainkan pemenuhan izin berusaha atas dampak lokasi, lingkungan dan lainnya terhadap jenis usaha yang dilakukan. Sehingga, belum dapat dipakai sebagai penentuan sektor dalam pembahasan UMSK Batam.
4. Dalam Permenaker no 16 tahun 2024 pemerintah pusat tidak memberikan petunjuk, maksud, dan definisi yang jelas mengenai karakteristik, risiko kerja dan beban kerja yang berat. Sehingga dewan pengupahan kota Batam tidak dapat menentukan, sektor mana yang berbeda dari sektor lainnya.
5. Pasal 9 Permenaker nomor 16 tahun 2024 menyatakan bahwa UMSK yang diusulkan, didasarkan pada kesepakatan di Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Sehingga, unsur pengusaha menganggap bahwa pembahasan UMSK di Dewan Pengupahan Kota Batam belum mencapai kesepakatan.