BPOM Batam Tarik 81 Ribu Obat Sirop Mengandung EG dan DG

BPOM saat melakukan pengecekan obat sirop mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG). (Foto:Istimewa)

BATAM – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Batam telah menarik 81 ribu obat sirop yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG).

Kepala BPOM Batam, Kepulauan Riau, Lintang Purbajaya mengatakan, pihaknya sampai saat ini masih terus berproses menelusuri dan menindaklanjuti terkait obat sirop tersebut hingga Desember 2022 nanti.

Ia menjelaskan, 81 ribu produk yang ditarik tersebut dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Industri Farmasi (IF) di setiap apotek dan toko obat yang ada di Batam.

“Karena tanggung jawab ada pada mereka (PBF dan IF), BPOM melakukan pengawalan penarikannya saja,” kata Lintang, Sabtu (19/11).

Untuk produk yang ditarik adalah, semua yang terdapat dalam daftar 73 produk yang ditarik sesuai surat BPOM pusat.

Selain itu, ia menambahkan, berdasarkan hasil penelusuran pihaknya, ada 168 produk yang tidak mengandung 4 pelarut (Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol).

“Sehingga tidak mengandung cemaran EG, DEG dan aman untuk diedarkan,” kata dia.

Lanjutnya, verifikasi hasil pengujian bahan baku obat dilakukan secara mandiri oleh Industri Farmasi (IF), termasuk untuk cemaran EG/DEG, dalam rangka memastikan terjaminnya keamanan dan mutu sirup obat.

Baca juga: 69 Obat Sirop Ini Dilarang untuk Dikonsumsi Masyarakat

“Berdasarkan verifikasi hasil pengujian bahan baku obat tersebut, terdapat 126 produk dari 15 lima belas industri farmasi yang dinyatakan telah memenuhi ketentuan sesuai kriteria,” kata dia.

BPOM menilai, munculnya masalah pencemaran obat sirup dengan kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) karena adanya celah dari hulu ke hilir.

Dalam upaya pengawasan obat di peredaran, BPOM telah mengidentifikasi adanya beberapa pihak yang memanfaatkan celah dalam sistem jaminan keamanan.

“Jadi kelalaian pihak industri dalam menjalankan tanggung jawab pengawasan, dan penjaminan mutu produk. Sehingga kejahatan tidak tercegah pada saat masuknya pasokan bahan baku,” ungkapnya.

Untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat, BPOM telah menindak 5 industri farmasi yang melakukan tindak pidana memproduksi sirup obat tersebut.

“Dari hasil pengawasan dan pengujian, itu diketahui obat sirup yang diproduksi mengandung cemaran tersebut mencapai 433 hingga 702 kali melebihi ambang batas,” katanya.

BPOM melakukan upaya transformasi untuk memperkuat sistem jaminan keamanan dan mutu obat melalui penguatan BPOM.

“Sehingga lebih independen dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai regulator dan pengawas obat dan makanan,” tutupnya.