BATAM – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mencatat inflasi daerah itu secara tahunan (yoy) pada Oktober 2024 sebesar 2,31 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,38.
Wakil Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kepri, Suryono mengatakan, secara spasial inflasi tertinggi terjadi di Kota Batam sebesar 2,48 persen, diikuti Kabupaten Karimun sebesar 2,28 persen dan Kota Tanjungpinang sebesar 1,32 persen.
“Inflasi kepri secara bulanan (mtm) pada September 2024 sebesar 0,14 persen, sedangkan menurut tahun kalender (ytd) berada di angka 1,17 persen,” ujarnya, Kamis 7 November 2024.
Suryono menjelaskan, inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan sembilan indeks kelompok pengeluaran, di antaranya yakni kelompok makanan, minuman dan tembakau, kelompok pakaian dan alas kaki serta kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga.
“Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi yakni beras, bayam, emas, angkutan udara, tarid listrik dan bahan bakar rumah tangga,” sebutnya
Suryono mengungkapkan, Bank Indonesia (BI) bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus bersinergi menjaga stabilitas inflasi di Kepri melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dengan strategi 4K, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
“Pada Oktober lalu, berbagai upaya stabilisasi harga sudah kita lakukan, seperti koordinasi dengan TPID di berbagai daerah, penyelenggaraan Gerakan Pangan Murah (GPM) sebanyak tiga kali, hingga penyaluran bantuan untuk kelompok tani di Kabupaten Bintan,” ujarnya.
Baca juga: BPS: Beras hingga Tarif Listrik jadi Penyumbang Inflasi di Kepri
Ia menambahkan, TPID akan terus bersinergi untuk mengantisipasi risiko inflasi, terutama menghadapi peningkatan curah hujan yang dapat berdampak pada pasokan pangan, kenaikan tarif angkutan udara menjelang libur akhir tahun, serta potensi kenaikan harga emas perhiasan di pasar global.
“Pasokan daging ayam, telur, dan ikan dari hasil tangkapan nelayan yang masih terjaga diharapkan bisa menjadi penahan inflasi ke depan,” terang Suryono. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News