Catatan Ekonomi Kepri di Ujung Masa Jabatan Ansar-Marlin

Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad dan Marlin Agustina. (Foto:Dok/Diskominfo Kepri)

TANJUNGPINANG – Masa kepemimpinan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad dan Marlin Agustina, Wakil Gubernur Kepri masih menyisakan sejumlah catatan di penghujung masa jabatannya.

Terutama pada sektor perekonomian, baik bagi daerah maupun masyarakat hingga perihal kesejahteraan. Berbagai catatan penting itu pun muncul dari akademisi dan anggota DPRD Kepri.

Angka Kemiskinan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Kepri per Maret 2023 lalu mencapai 5,69 persen.

Angka tersebut terbilang cukup rendah bila dibandingkan provinsi lainnya di pulau Sumatera. Persentase itu juga tercatat turun dari Maret 2022 yang mencapai 6,24 persen.

Namun dari segi jumlah, angka 5,69 persen itu tetara dengan 142 ribu lebih masyarakat Kepri yang tergolong miskin. Hal itu tentu menjadi pekerjaan rumah (RP) bagi Ansar dan Marlin, di ujung masa jabatannya yang tinggal beberapa bulan saja.

Ketua Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin mengapresiasi hal itu dan pertumbuhan ekonomi Kepri pascapandemi Covid-19. Namun, jumlah 142 ribu itu masih terbilang banyak.

“Ada 142 ribu yang terdampak memamg masih tergolong banyak. Saya yakin belum terdata semua. Saya kira bisa lebih dari pada itu,” kata Wahyu Wahyudin.

Ia juga menjelaskan, Ansar-Marlin harus pandai-pandai untuk menyelesaikan hal tersebut di sisa masa jabatannya saat ini.

Terlebih, jumlah pengangguran juga masih terbilang banyak. Kemudian harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan, serta upah minimum kerja (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) masih rendah.

“Ini masih jadi PR. Memang secara bertahap sudah dilakukan, namun belum menyeluruh. Efisiensinya masih kurang. Bantuan UMKM belum menyeluruh, dan masyarakat masih belum bisa dengan mudah mendapatkan itu,” tutur Wahyu.

“Karena berbagai hal dan syarat. Ini berdampak terhadap masyarakat. Ini perlu dirumuskan kembali. Paling tidak yang 142 ribu itu bisa berkurang lah,” tambah Wahyu.

Salah seorang akademisi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Winata Wira juga menyampaikan hal senada.

Menurut Winata Wira, Ansar-Marlin memang memiliki cukup banyak PR lantaran memulai langkah sejak awal pandemi Covid-19 kemarin.

Menurutnya, upaya pemerintah saat ini harus lebih optimal. Hal itu merespon naik turunnya perekonomian pasca pandemi. Misalnya saja, pada program pemberian kredit nol bunga bagi masyarakat.

“Seperti program penyaluran kredir nol persen bunga sangat positif. Cuma size-nya perlu ditingkatkan. Memang tidak bisa pemerintah bekerja sendiri, namun juga melibatkan perbankan yang merupakan BUMD kita sendiri,” kata Winata Wira.

Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Utama Bapelitbang Kepri, Reni Yusneli membenarkan data tersebut. Namun, ia memastikan Pemprov Kepri akan terus berupaya manggulangi angka kemiskinan itu.

“Ada tiga upaya yang pemerintah lakukan. Mengurangi beban mereka, meningkatkan pendapatan, dan menurunkan jumlah kemiskinan,” ungkap Reni.

Reni juga menjelaskan, dalam catatan Kepri beberapa tahun terakhir mengalami tren pertumbuhan ekonomi yang positif. Bahkan pertumbuhan ekonomi Kepri saat ini mencapai 5,77 persen, dan tercatat sebagai torehan terbaik se-Sumatera.

Pada 2020, pertumbuhan ekonomi Kepri sempat -3,80 persen. Kemudian meningkat pada 2021 dan 2022.

“Alhamdulillah perlahan namun pasti, angka kemiskinan terus menurun. Artinya kehidupan masyarakat kita membaik,” ucapnya.

“Kemiskinan ekstrem, kita haarus langsung dan banyak programnya. Selanjutnya kita berikan modal seperti UMKM. Bunganya pemerintah yang bayar,” lanjut mantan Kepala Bapenda Kepri itu.

Pemerataan Ekonomi

Meski kini masuk dalam torehan perkembangan ekonomi terbaik di Sumetera. Taraf ekonomi Kepri juga menyimpan sejumlah catatan penting.

Beberapa di antaranya ialah optimalisasi sektor-sektor yang ada di Batam seperti sektor maritim.

Pendapatan Kepri dari sektor kemaritiman bisa dibilang nihil, meski secara geografis Kepri memiliki luas lautan 98 persen.

“Kita tidak ada industri pengolahan laut di Kepri. Kemudian tidak ada juga terkait budidaya, karena nelayan sudah banyak dibatasi oleh pemerintah pusat,” kata Wahyu Wahyudin.

“Kemudian juga pasir laut dan labuh jangkar. Memang Undang-undang Cipta Kerja mengikat semua sehingga ekonomi Kepri cukup stagnan,” lanjutnya.

Ditambah juga dengan pemerataan peningkatan ekonomi di setiap kabupaten/kota. Pasalnya sejauh ini Kepri masih terpusat di Kota Batam.

Winata Wira juga menyampaikan hal serupa. Ia berpendapat, perlu adanya pemerataan pada perkembangan sektor di Kepri.

Pasalnya, sejauh ini Kepri masih bergantung pada industri pengolahan yang sebagaian besar berada di Batam.

“Hampir separuh ekonomi Kepri disumbangkan oleh sektor manufaktur. Itu hari ini belum berubah. Determinannya adalah industri pengolahan,” ucap Winata Wira.

Oleh karena itu, pemerintah juga harus jeli melihat sektor-sektor yang berpotensi meningkatkan perekonomian Kepri. Sehingga tidak hanya terpaku pada satu sektor saja.

Merespon hal itu, Reni Yusneli mengaku PR tersebut terutama Labuh Jangkar telah menjadi pembahasan sejak tahun-tahun sebelumnya.

“Labuh jangkar itu memang sudah jadi pembahasan sejak bertahun-tahun lalu. Mungkin dalam bentuk lain bisa. Itu yang harus kita kejar,” kata Reni.

Sedangkan perihal sektor lainnya, memang masih terpusat di Kota Batam sebagai kontribusi terbesar untuk Kepri.

Menurutnya, Pemprov Kepri juga berupaya mengoptimaslisasi potensi setiap daerah dalam pembangunan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi.

“Terjadi kesenjangan itu iya. Tapi kita harus pertimbangkan juga pembangunan berdasarkan potensi daerahnya,” tutur Reni.

Kemudian ada juga beberapa program yang bersentuhan langsung untuk masyarakat. Beberapa di antaranya ialah bantuan modal usaha dan pendampingan, serta beasiswa untuk anak-anak daerah.

“Kalau untuk daerah investasi seperti Natuna dan Anambas kan ada potensi wisata. Cuma masalahnya, infrastrukturnya lagi kita bangun. Kemudian saya rasa tinggal kerja sama dengan instansi terkait,” lanjutnya.

Genjot APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kepri yang sangat terbatas kini menjadi kendala dalam pembangunan daerah.

Reni mengungkapkan, APBD Kepri yang hanya sekitar Rp4 triliun menjadi tantangan Pemprov Kepri untuk membangun wilayah yang sangat luas.

Terlebih dengan ribuan pulau yang berada dengan jarak yang jauh.

“Kalau program sudah bagus-bagus. Tapi selalu dibenturkan oleh dana. Daerah seluas ini dengan dana hanya Rp4 triliun,” ungkap Reni.

Reni mengakui, anggaran yang terbatas itu tidak dapat memuaskan banyak pihak. Ia berharap, akan banyak dana alokasi khusus (DAK) pemerintah pusat yang tersalurkan ke Kepri.

Dengan demikian, lanjut Reni, Pemprov Kepri akan sangat terbantu untuk membangun daerah.

“Saya berharap juga akan banyak OPD yang mendapatkan DAK dari pusat. Kalau hanya dari dana kita saja, itu agak sulit membangun Kepri,” ucapnya lagi.

Ketua Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin juga membenarkan hal itu. Bahkan ia bersama Badan Anggaran (Banggar) harus menjemput bola ke pemerintah pusat.

“Kita minta data transfer diberikan penuh kepada pemerintah Kepri. Jadi dana DBH 2024 berkurang Rp670 miliar lebih. Ini bagaimana? Sedangkan di Kepri ini baik. Investasi juga banyak,” sebutnya.

“Kami akan fight untuk bisa mendapatkan ini. Bila perlu harus lebih. Mungkin berbalik jadi ditambah Rp1 triliun. Sehingga APBD Kepri di atas RP5 triliun,” lanjutnya.

Ansar-Marlin Harus Akur

Perjalanan Ansar-Marlin memimpin Kepri selama ini tak lepas dari isu keretakan keduanya. Mulai dari dugaan berkampanye, hingga kabar Marlin yang tidak masuk kantor selama berbulan-berbulan.

Akademisi UMRAH, Winata Wira menyebutkan, kepemimpinan yang solid adalah hal yang penting untuk mencapai tujuan bersama.

“Saya tidak punya kapasitas untuk mengetahui apakah terjadi sesuatu. Tapi paling tidak di sisa masa jabatan yang singkat ini, patut kita pertegas memang kepemimpinan yang solid itu harus ditunjukkan,” tegas Wira.

Ia menjelaskan, sejak awal berkenalan dengan masyarakat, janji yang diberi ialah janji keduanya. Bukan Ansar seorang ataupun Marlin sendiri.

Winata Wira meyakini, Ansar dan Marlin sudah sangat dewasa untuk memahami hal tersebut. Meskipun di belakang layar ada faktor politik yang tak dapat dipisahkan.

“Secara logis, kita tidak nyaman untuk melihat kegiatan yang penting untuk kesejahteraan masyarakat jadi terhambat,” ucapnya.

“Yang kita lihat hari ini, janji kesejahteraan masyarakat itukan janji keduanya. Bukan pak Ansar saja atau Bu Marlin saja,” tambah Wira.