TANJUNGPINANG – Direktur PT Tanjungpinang Makmur Bersama, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Tanjungpinang, Windrasto Dwi Guntoro, bungkam terkait permasalahan tarif lapak pedagang Akau Potong Lembu.
Padahal, persoalan itu sedang disorot banyak pihak. Termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Saat ditemui Ulasan.co di DPRD Tanjungpinang, Selasa (03/10), Guntoro mengaku pusing saat ditanya alasan menaikkan tarif kepada pedagang Akau Potong Lembu. “Lagi pusing,” kata Guntoro.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Kota Tanjungpinang, Momon Faulanda mengatakan, ada rekomendasi yang disampaikan DPRD kepada BUMD Kota Tanjungpinang.
“Pertama kami meminta kepada pemilik agar menunda karena revitalisasi belum selesai,” kata Momon.
“Kedua, kami mendorong kedepan agar akau potong lembu, kedepan pengelolaannya disewakan ke BUMD,” sambungnya.
Menurutnya, jika sewa kelola Akau, Pasar Baru I dan II dikelola oleh BUMD dapat menjadi pendapatan asli daerah (PAD) bagi Pemerintah Kota Tanjungpinang.
“BUMD harus profesional dalam mengelola keuangannya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dasar BUMD memungut biaya kepada pedagang yakni Perwako Nomor 643 tentang penunjukan pengelolaan.
“Berdasarkan keterangan BUMD, itu digunakan untuk membiyai operasional dalam mengelola Akau Potong Lembu,” ujarnya.
Baca juga: Pedagang Akau Potong Lembu Keluhkan Pungutan Rp4,4 Juta Oleh BUMD Tanjungpinang
Ia juga meminta, agar BUMD dapat menertibkan adanya dugaan mafia lapak yang bermain di Akau Potong Lembu.
“Kami tidak mendapat keterangan dari mereka, tapi ini kami dorong kepada dirut agar dapat menertibkan hal tersebut,” ungkapnya.
“Uang Rp4,4 juta itu sebagai uang untuk menempati lapak. Untuk perbulan itu beda lagi,” pungkasnya. (*)
Ikuti Berita Lainnya diĀ Google News