TANJUNGPINANG – Edi Adrianto salah seorang mahasiswa di Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) nekat menjadi kurir narkoba karena membutuhkan biaya untuk bikin skripsi.
Namun, saat Edi menjalankan misi sebagai kurir narkotika tertangkap oleh aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kepri.
Saat itu, terdakwa Edi kedapatan membawa narkoba jenis pil ekstasi 1.774 butir dari jaringan Lapas Kelas IIA Tanjungpinang.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sari Ramadhani Lubis, niat Edi ingin menjadi kurir pil ekstasi bermula saat ia menghubungi kakak kandungnya yakni Eki Trianto.
Saat itu, ia menceritakan kondisinya yang benar-benar membutuhkan biaya untuk membuat skripsinya.
Akan tetapi, Eki justru menawarkan adiknya itu untuk menjadi kurir pil ekstasi.
“Terdakwa mau bikin skripsi kuliahnya, sehingga membutuhkan biaya. Kemudian saksi Eki Trianto, menawarkan terdakwa pekerjaan untuk menghantarkan ekstasi (menjadi perantara dalam jual beli Narkotika),” ungkap JPU.
Dalam persidangan, dua orang anggota BNN Provinsi Kepri yang menjadi saksi yakni Yomi Andi Putra dan Rama Abrori mengaku, penangkapan Edi berawal dari informasi masyarakat.
Baca juga: HUT BNN Ke-20, Gubernur Ansar: Ini Momentum Semangat Memerangi Kejahatan Narkoba
Edi diketahui akan bertransaksi narkoba di Jalan Batu Naga KM.8 Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri.
“Kami melihat terdakwa dengan menggunakan sepeda motor sedang berada di tidak jauh di TKP dan langsung menangkap terdakwa,”kata Rama.
Dari hasil introgasi, terdakwa mengaku telah melemparkan barang bukti narkoba jenis pil ekstasi dalam bungkus plastik yang di dalamnya terdapat botol oli berisikan 1.490 butir pil ekstasi di bawah tiang listrik.
Kemudian, tim BNN juga menggeledah rumah terdakwa di Jalan Wonoyoso Gang Wonoyoso 2, Perumahan Wonoyoso Residen Blok A nomor 3 Tanjungpinang.
“Terdakwa menunjukan tempat penyimpanan 3 bungkus ekstasi dilipatan baju kamar terdakwa. Setiap bungkusnya berisi 176 dan 108 butir,” ungkapnya.
Terdakwa mengaku kakak kandungnya itu mengiming-imingi imbalan sebesar Rp5 juta.
Namun, belum sempat menerima imbalan ia sudah terlebih dahulu tertangkap oleh BNN.
Selanjutnya, Ketua Majelis Hakim, Novarina Manurung, didampingi oleh Majelis Hakim Anggota Risbarita Simarangkir, dan Justiar Ronald menunda persidangan selama satu pekan dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa.
JPU mendakwa terdakwa dalam dakwaan pertama melanggar pasal 114 ayat 3 Jo pasal 132 ayat 1 UU Republik Indonesia.
Selanjutnya dalam dakwaan kedua melanggar pasal 112 ayat (2) ) Jo Pasal 132 ayat 1 UU Republik Indonesia.