IndexU-TV

Estuari Dam Teluk Bintan Disorot, Pengamat: Dampaknya Harus Dianalisa

Suprianto
Pengamat sekaligus Dosen Arsitektur Unrika, Suprianto (Foto: Dok/Pribadi)

BATAM – Pembangunan dam yang direncanakan di Pulau Dompak, Tanjungpinang, dan Teluk Bintan kini tengah menjadi perhatian masyarakat.

Pengamat sekaligus Dosen Prodi Arsitektur di Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) Batam, Suprianto memberikan tanggapannya terkait proyek yang diketahui salah satunya (Teluk Bintan) dikabarkan sudah menjadi Program Strategis Nasional (PSN).

Suprianto menjelaskan, meskipun tujuan PSN adalah untuk mensejahterakan masyarakat, dampak dari pembangunan harus dianalisis secara menyeluruh.

“Penetapan PSN tentunya itu memang kewenangan dari presiden, tapi, saya sendiri belum dapat informasi jika ada PSN di situ” ujarnya.

Ia menekankan bahwa ketika presiden menetapkan suatu kawasan untuk program strategis tentunya dengan tujuan mensejahterkan, maka mestinya harus ada analisis dampak yang komprehensif.

Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui nasib mereka yang terkena dampak pembangunan. “Ada keterputusan antara konsep penetapan PSN oleh pemerintah dan penyampaian informasi kepada masyarakat yang terkena dampak,” imbuhnya.

Ia menambahkan bahwa setiap kebijakan publik harus bersifat terbuka dan dapat diakses oleh semua orang, termasuk masyarakat yang terdampak.

Suprianto juga menyoroti pentingnya pemerintah setempat untuk berperan sebagai jembatan informasi antara pusat dan masyarakat.

“Ini agar masyarakat tidak merasa resah, apalagi jika terdapat segmen masyarakat yang merasakan keresahan terkait proyek tersebut,” ujarnya.

Selanjutnya, Suprianto membahas dampak lingkungan dari pembangunan dam ini. Menurutnya, analisa dampak lingkungan, baik sosial, ekonomi, budaya, maupun fisik, seharusnya sudah dibuat sebelum penetapan PSN.

Ia berharap masyarakat juga bisa mendapatkan nilai lebih dari proyek ini, tidak hanya berupa ganti rugi lahan tetapi juga kesempatan untuk berusaha, seperti membangun hotel atau rumah makan di sekitar kawasan yang dibangun.

Apalagi ia melihat di Bintan sendiri terdapat banyak lahan tidur yang tidak dimanfaatkan.

“Kalau sekarang satu hektare dijual mungkin tidak lebih dari Rp50 juta, tetapi dengan adanya pembangunan, harga tanah akan meningkat jauh di atas itu,” jelasnya.

Ia berharap agar masyarakat yang memiliki lahan yang terkena dampak pembangunan dapat diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengembangan kawasan tersebut, seperti membangun sarana pendukung. “Masyarakat masih punya hak lagi berusaha setelah itu,” ucapnya.

Berlanjut ke pembahasan mengenai Pulau Dompak, yang masih menjadi bagian dari Kota Tanjungpinang dan berada di bawah pengelolaan pemerintah provinsi Kepri.

Ia menekankan bahwa jika memang akan dibangun, sepertinya fungsi utama dari dam ini adalah untuk menyediakan atau menampung air, baik untuk kebutuhan air minum di Tanjungpinang. Apalagi ia melihat kondisi air bersih di Tanjungpinang belum memadai.

“Dam ini tentu akan memiliki dampak pariwisata jika dapat dikunjungi,” katanya.

“Kalau di Batam, air bersih disuplai pemerintah nyala 24 jam. Sedangkan di Tanjungpinang, kurang memadai” jelas Suprianto.

Dengan demikian, ia berharap agar rencana pembangunan Dam di Dompak dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi masyarakat setempat tetapi juga bagi kebutuhan air di Kota Tanjungpinang secara keseluruhan dengan catatan tetap memperhatikan hak-hak masyarakat.

Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Andi Irawan, Estuari Dam Dompak tidak  masuk PSN. Alasannya, jika Dam Dompak dibangun, maka ada beberapa wilayah akan tergenang.

Estuari Dam Dompak kurang visibel, karena anak sungai, seperti aliran Sungai Panglima Dompak, Sungai Merpati, Sungai Buaya dan aliran sungai lainnya, sudah banyak perumahan atau permukiman warga.

Dulunya, di lokasi perumahan itu merupakan area yang harus steril dari limbah rumah tangga, hingga aktivitas masyarakat. Karena wilayah itu untuk dijadikan area pembangunan estuari Dam Dompak.

Dengan kondisi seperti itu, BWS Sumatera IV membuat desain di tempat lain, yaitu di wilayah Busung berada di Kabupaten Bintan. Makanya, BWS mendesain estuari Dam Busung.

Nanti, Dam Busung akan lebih besar, karena kapasitas debit air bersumber Dam Busung bakal mengalir mencapai 1.000 liter per detik. Sedangkan debit air yang dihasilkan berasal dari Sungai Pulai hanya mampu sekitar 150-200 liter per detik, dan di Kawal hanya 350 liter per detik.

Estuari Dam Busung sudah aman, karena 12 desa yang akan dibebaskan sudah diapresor, dan Kementerian PUPR melalui BWS sudah mengalokasikan anggaran melalui Bank Dunia kurang lebih Rp1,5 triliunan.

Hanya saja, dari provinsi dan Kabupaten Bintan harus membantu membebaskan lahan untuk dijadikan Dam Busung berada di wilayah 12 desa tersebut.

“Kendala kita untuk melakukan pembebasan lahan butuh anggaran. Karena kita butuhkan ratusan miliar rupiah untuk pembebasan lahan milik masyarakat,” ucapnya.

Berbeda dengan akan adanya estuari Dam Teluk Bintan, lanjut dia, inisiator pembangunan estuari Dam Teluk Bintan dari pihak perusahaan swasta, yaitu PT Moya. Perusahaan swasta tersebut yang mengelola sistem pengelolaan air minum milik BP Batam.

“Sedangkan estuari Dam Busung, adalah inisiatornya pemerintah. Debit (Dam Teluk Bintan) yang diharapkan nanti lebih besar 10 kali dari Dam Busung,” terang dia.

Baca juga: Dam Dompak Tanjungpinang Batal Jadi PSN

Nanti, lanjut katanya, perusahaan swasta itu akan membuat akses jalan tembusan dari Senggarang menuju ke Pengujan hingga ke Jalan Busung, Lintas Barat, Kabupaten Bintan.

Desain tersebut, diharapkan menjadi lintas Barat yang kedua. Karena akses lintas jalannya lebih pendek dari Jalan Lintas Barat sekarang.

Pembangunan Dam Teluk Bintan bakal menelan anggaran kurang lebih Rp12 miliar. Anggaran itu tidak hanya diperuntukkan pembuatan akses jalan saja. Tetapi, akan digunakan untuk pembebasan lahan masyarakat yang terkena dari pembangunan Dam Teluk Bintan nanti.

Pembebasan lahan dilakukan pihak perusahaan swasta, karena sistemnya antara pemerintah dengan pihak perusahaan swasta, yaitu Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

“Semua diuntungkan, karena Bintan dan Tanjungpinang butuh air bersih. Bisa jadi Batam juga akan mengonsumsi air bersih itu nanti. Karena sudah mulai berkurang air bersih di Dam Duriangkang Batam,” katanya. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News

Exit mobile version