TANJUNGPINANG – Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kota Tanjungpinang menghentikan kasus dugaan penggelembungan suara hasil Pemilu 2024 tingkat Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) Bukit Bestari.
Sentra Gakkumdu terdiri dari unsur Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan menetapkan penghentian kasus itu pada saat rapat bersama Sentra Gakkumdu pada Senin 25 Maret 2024, di Kantor Bawaslu Tanjungpinang.
“Diputuskan bahwa, kasus ini tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan atau dihentikan,” ujar Ketua Bawaslu Tanjungpinang, Yusuf Mahidin, Selasa 26 Maret 2024.
Yusuf menjelaskan, keputusan ini merupakan tindak lanjut dari laporan dari Partai Golkar Kota Tanjungpinang, yang diajukan pelapor berinisial AR dan MB pada Senin 1 Februari 2024 lalu.
“Sedangkan terlapor dalam hal ini adalah ketua dan anggota PPK Bukit Bestari,” ungkapnya
Menindaklanjuti laporan tersebut, Bawaslu Kota Tanjungpinang langsung melakukan rapat pleno dengan menetapkan laporan dugaan pelanggaran pemilu untuk diregistrasi.
Kemudian, pada Senin 5 Februari 2024 dilakukan rapat pembahasan Sentra Gakkumdu Kota Tanjungpinang yang dihadiri oleh Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan.
“Dalam rapat pembahasan itu ditetapkan pelaksanaan klarifikasi dan pengumpulan bukti-bukti,” ungkap Yusuf.
Yusuf menceritakan saat itu, tim klarifikasi mengundang dan melakukan klarifikasi terhadap 31 orang saksi termasuk ahli yang didamping oleh sentra Gakkumdu dari unsur Kepolisian dan Kejaksaan.
Baca juga: Bawaslu Tanjungpinang Hentikan Kasus Dugaan Politik Uang Caleg Politisi Senior
Dari sejumlah saksi, empat orang saksi tidak hadir memenuhi undangan klarifikasi. Saksi tersebut yaitu Ketua PPK Bukit Bestari, Ketua PPS dan dua orang mantan ketua KPPS.
Kemudian setelah melewati proses tersebut, Sentra Gakkumdu Kota Tanjungpinang kembali melakukan rapat pembahasan bersama untuk menentukan tindak lanjut atas laporan tersebut.
Dari hasil pembahasan itu ditetapkan bahwa perkara dugaan penggelembungan suara hasil pemilu di kecamatan Bukit Bestari tidak dilanjutkan dan/atau tidak diteruskan ke tahap penyidikan atau dihentikan.
“Hal ini dikarenakan tidak mencukupinya alat bukti yang mengarah pada sangkaan pada pasal 535 dan atau 551 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu,” ujar Yusuf. (*)