IndexU-TV

Hakim Minta Jaksa Sidik Semua yang Terlibat Kasus Korupsi KONI Karimun

Pengadilan Negeri Tanjungpinang
Sidang terdakwa Rosita dan Melli di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang. (Foto: Muhammad Bunga Ashab)

TANJUNGPINANG – Hakim Pengadilan  Negeri Tanjungpinang meminta jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Karimun menyelidiki semua yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Karimun.

Hal itu diketahui saat sidang lanjutan pemeriksaan terdakwa Rosita selaku Bendahara KONI Karimun dan Melli selaku staf KONI Karimun di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Rabu 17 Juli 2024.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Riska Widiana didampingi Hakim Anggota Fausi dan Saiful Arif dihadiri kedua terdakwa didampingi penasihat hukumnya, Masrur Amin, Sulhan dan Jefriwan, serta jaksa penuntut umum Riris Monica Sari dan Panji Sunaryo.

Di kesempatan itu, baik jaksa penuntut umum, pengacara terdakwa dan majelis hakim mencecar kedua terdakwa terkait perkara tersebut. Bahkan disampaikan terkait cabor-cabor yang tidak melengkapi laporan pertanggungjawaban, kemungkinan ikut menikmati juga. Sehingga majelis hakim meminta jaksa untuk menyidik semua yang terlibat dalam perkara tersebut.

“Jangan hanya ekornya saja yang kena, tetapi, kepalanya tidak. Jaksa cari semua yang terlibat agar mengembalikan kerugian negara,” kata Fausi kepada jaksa.

Ia menegaskan, dalam persidangan ini untuk memberikan kepastian hukum bagi terdakwa maupun masyarakat. “Jangan cuma dua orang saja yang kena untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang lain,” ujarnya.

Terkait permintaan majelis hakim tersebut, Riris menyampaikan, nanti akan melihat bagaimana pertimbangan-pertimbangan lainnya.

“Yang pasti menjadi pertimbangan juga buat kami, nanti akan saya laporkan ke pimpinan untuk ditindaklanjuti,” kata Riris.

Usai sidang, penasihat hukum terdakwa, Masrur Amin menuturkan, ada hal paling penting perlu disikapi. “Terkait pernyataan hakim soal kepala tidak kena, malah ekornya yang kena.”

“Itukan sangat menarik, bahkan saksi sebelumnya, majelisnya bahkan ngomong, kok bisa saksi saja nih, ditunjuklah Ketua KONI dan Sekretaris KONI,” ujarnya.

Artinya, kata Masrur,  terungkap dalam fakta-fakta persidangan berati ada keterlibatan kedua orang tersebut. “Dari awal sebetulnya kami pertanyakan, dan ini memang aneh, baru terjadi di Indonesia, hanya bendahara yang kena. Segala keputusan pengeluaran uang dari bendahara itu sepengetahuan ketua KONI,” ujarnya.

Menurutnya, dalam perkara ini ada dua hal yang mendasar perlu disikapi, pertama, pengajuan proposal mengikuti Porprov itu Rp6,2 miliar dalam artian penghitungan yang matang.

“Ternyata yang disetujui hanya Rp3,4 miliar, hampir separoh, berarti sangat minim dana ini, lalu bagaimana bisa dikorupsi, kalau bisa dikorupsi banyak yang tidak bisa terlanyani,” katanya.

Kemudian kedua, tidak kalah penting adalah perimbangan bahwa Popda dengan atlet 160 orang dengan durasi lima hari, tidak diikuti semua cabor itu biayanya Rp1,6 miliar. Sementara Porprov durasi 10 hari dengan atlet ditambah ofisial manejer 517 dengan biayanya Rp1,8 miliar.

“Lalu pertanyaannya, siapa, di mana korupsi barang ini. Kalau maladministrasi masuk akal dan saya setuju, karena ada faktor terburu-buru, terdesak, karena orang tua bendahara meninggal, itu mengurangi konsentrasi,” ujarnya.

Lanjut, katanya, terkait keterangan terdakwa pada intinya dititikberatkan adalah uang yang masuk ke rekening pribadinya. “Ada Rp100 juta dan Rp200 juta, itu karena si Melli mau mengembalikan uang kepada cabor-cabor, tapi tak datang, Melli takut pegang uang itu, sehingga dimasukkan ke rekening (Rosita), uang itu besoknya didistribusikan dengan baik.”

“Dari semua bukti-bukti lampirannya saya sampaikan ke majelis hampir Rp400 juta yang dikeluarkan dari total Rp290 juta. Beliau top up loh mobilnya dan jual tanah juga, sudah 10 tahun menjabat, tidak digaji, terancam lagi PNS,” ujarnya.

Dengan perkara ini, menurutnya, kedua terdakwa tidak layak jadi tersangka, karena tidak ada kerugian negara.

“Cuma BPKP dalam mengaudit, itu ada hal yang keliru langsung dinyatakan kerugian negara, karena beberapa pos cabor, seharusnya tertutupi, tapi tidak masukkan. BPKP juga tidak salah, karena tidak menemukan bukti pendukung, tapi tidak serta merta disimpulkan sebagai kerugian negara,” katanya.

Baca juga: Jaksa Sita Rekening Pribadi Tersangka Dugaan Korupsi Hibah KONI Karimun, Begini Modusnya

Setelah sidang pemeriksaan kedua terdakwa selesai digelar, selanjutnya hakim menunda sidang pada Selasa 22 Juli 2024 dengan agenda pembacaan tuntutan.

Sebagaimana diketahui, kerugian negara dalam perkara ini berdasarkan penghitungan penyidik sebesar Rp433 juta.

Kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka juga didakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News

Exit mobile version