Inflasi Tanjungpinang Tinggi, Harga Bahan Pokok Serba Mahal

cabai
Harga cabai naik di Pasar Bintan Centre, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. (Foto: Randi Rizky)

“Hanya daun ubi dan kangkung yang terbeli saat ini.” Begitulah kira-kira ungkapan warga terkait mahalnya harga kebutuhan pokok di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.

Dalam beberapa pekan terakhir, harga kebutuhan pokok menagalami kenaikan. Masyarakat menjerit dengan kenaikan harga saat ini. Biasanya mampu membeli banyak kebutuhan, saat ini hanya beberapa komoditas yang terjangkau.

Kondisi itu bahkan terjadi di momen penting seperti menyambut bulan suci Ramadan dan Hari Raya Nyepi 2024.

“Daun ubi yang terbeli saat ini, sama kangkung, kalau untuk sayur ya. Cabai merah sudah Rp115 ribu sekilo. Pokoknya mahal,” kata Atika, ibu rumah tangga warga Tanjungpinang.

Kenaikan harga ini menimbulkan kekhawatiran baik di kalangan pembeli maupun pedagang.

Salah satu pedagang Pasar Bestari di Bintan Centre, Tanjungpinang, Siti Rohana menyatakan bahwa kenaikan harga cabai dimulai sejak Rabu 13 Maret 2024.

“Kemarin Harganya dari Rp85 ribu per kilogram sekarang sudah naik jadi Rp115 ribu per kilogram,” kata Siti.

Selain harganya yang meroket, Siti juga mengatakan jumlah cabai juga mengalami kelangkaan. Sehingga pedagang juga kesulitan mencari stok cabai untuk dijual.

“Kemungkinan karena faktor cuaca makanya cabai jadi langka,” sambungnya.

Sementara itu pedagang lainnya, Rafael mengungkapkan bahwa kenaikan harga tersebut berdampak negatif terhadap penjualan pedagang.

“Biasanya ada yang mau beli cabai merah, tapi karena mahal ada yang enggak jadi beli,” ujarnya.

Beberapa warga selaku pembeli juga mengeluhkan dampak kenaikan harga cabai terhadap anggaran belanja mereka.

Tidak hanya cabai yang mengalami kenaikan, harga kebutuhan pokok lainnya juga mengalami hal sama, misalnya harga telur, daging ayam potong. Bahkan harga beras mengalami kenaikan lebih dulu.

Inflasi Tinggi

Angka inflasi di Kota Tanjungpinang menjadi sorotan banyak pihak. Masyarakat pun merasakan dampak dari kenaikan inflasi seperti naiknya harga sejumlah barang.

Pengamat ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Winata Wira, inflasi merupakan peristiwa ekonomi yang lumrah terjadi.

“Ekonomi tanpa inflasi tidak mungkin juga, ekonomi pasti ada inflasi. Kita hanya perlu melihat apakah ada peristiwa-peristiwa tertentu (yang menonjol) yang menggiring inflasi itu,” ujarnya.

Winata menerangkan secara sederhana inflasi itu adalah kenaikan harga secara umum yang dihitung secara kuantitatif dengan angka tertentu.

“Jika angkanya naik berarti ada kenaikan harga pada kelompok-kelompok pengeluaran. Tapi bukan berarti dia naik terus tetap bisa diturunkan,” ujarnya.

Winata menjelaskan kelompok-kelompok pengeluaran yang dimaksud adalah makanan, kesehatan, perumahan, transportasi, pendidikan dan lainnya yang disusun, ditabulasi dan diklasifikasikan secara rapi oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

“Dari angka-angka inflasi tersebut kita dapat menggambarkan keadaan ekonomi suatu daerah,” tuturnya.

Jika dikaitkan dengan kenaikan angka inflasi di Tanjungpinang, Winata lalu menguraikan, penyebabnya dapat dilihat dari dua kemungkinan hal pokok, pertama adanya kenaikan harga yang ditanggung oleh pembeli (konsumen) sehingga daya beli menurun. Kedua adalah kenaikan biaya yang ditanggung oleh pemilik usaha (produsen) untuk produksi.

“Walaupun juga bisa dilihat dari faktor lain seperti impor. Tapi secara teori kurang lebih seperti itu,” ujarnya.

Menurut Winata, seperti yang sebelumnya ia jelaskan pasti ada salah satu kelompok pengeluaran yang menonjol yang secara trend mengalami peningkatan sehingga menjadi sebab naiknya angka inflasi di Tanjungpinang. “Seperti yang belakangan ini dirilis BPS, yang menonjol adalah kesehatan,” ujarnya.

Akan tetapi, dalam penilaiannya, trend pertumbuhan inflasi jika dilihat dari perilaku perubahannya satu tahun ke belakang, kemungkinan memang ada terjadi lonjakan yang tinggi di sektor kesehatan.

Namun, lonjakan ini menurutnya tidak berdampak langsung kepada inflasi ‘secara keseluruhan’. “Data yang ditampilkan BPS hanya menunjukan sektor yang mengalami kenaikan yang paling tinggi, ya kesehatan tadi,” ulasnya.

Winata tidak menampik, sektor kelompok pengeluaran lainnya juga pernah menunjukkan perilaku dominan yang sama sebelumnya, seperti sektor pendidikan.

Akan tetapi, menurut Winata inflasi tidak hanya dipandang dari sisi sektornya saja. Adakalanya inflasi dilihat dari sisi situasi yang membuat masyarakat berduyun-duyun melakukan aktivitas perbelanjaan.

“Seperti yang saat ini terjadi, masyarakat sedang dalam suasana Ramadan, dan nanti ada suasana lebaran atau nanti di Desember ada Natalan,” ungkapnya

Menurut dia, situasi ini bisa menjadi penyebab inflasi karena terjadi kenaikan secara umum.

“Walaupun secara angka tidak begitu besar, tetapi secara persentase kelompok-kelompok pengeluaran yang utama seperti makanan dan minuman yang dapat menjadi pembentuk inflasi yang cukup besar,” jelasnya.

Dengan kondisi itu, kata Winata, ada pola yang sama dari waktu ke waktu yang menyebabkan naiknya inflasi. Untuk itu, ia menyarankan pemerintah agar dapat memastikan kesedian stok barang-barang kebutuhan masyarakat. Karena jika tidak akan memperparah angka inflasi.

“Apalagi pola konsumsi masyarakat saat Ramadan dan lebaran yang sudah bisa diprediksi seperti apa,” katanya.

Inflasi Terkendali

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tanjungpinang, Zulhidayat mengatakan, inflasi di daerah itu sudah terkendali. Ia menuturkan, jika dilihat dari perspektif tahun ke tahun (y-on-y), inflasi di Tanjungpinang masih terkendali.

“Sebenarnya pemberitaan mengenai inflasi tinggi itu kan terjadi di bulan Februari, itu pun dari sudut pandang bulan ke bulan (m-to-m),” ungkapnya.

Untuk itu, ia meminta agar semua pihak bersikap ‘fair’ atau adil dalam menilai dan menyampaikan angka inflasi di bulan Februari.

Zulhidayat menilai angka inflasi sebesar 0,08 persen pada bulan tersebut masih dapat dikendalikan dengan baik, bahkan masih jauh di bawah angka inflasi nasional.

Diketahui, berdasarkan data BPS Inflasi year-on-year (y-on-y), nasional pada Februari 2023 sebesar 5,47 persen.

Namun, Zulhidayat tetap mengakui, pada bulan Maret akan wajar terjadi trend kenaikan inflasi. Sebab, bulan ini bertepatan dengan bulan suci Ramadan.

“Tidak hanya di Tanjungpinang, tapi di mana-mana di seluruh Indonesia, bahkan di negara-negara Asia Tenggara seperti, Singapura dan Malaysia,” ujarnya.

Akan tetapi lanjut dia, inflasi tersebut tidak akan menjadi masalah jika terkendali.

“Maka ada namanya tim pengendalian inflasi. Artinya inflasi itu dibutuhkan namun tetap harus dikendalikan,” ujarnya.

Meskipun mengakui potensi kenaikan inflasi pada bulan Maret, terutama menjelang bulan suci Ramadan, Zulhidayat meyakinkan bahwa Pemerintah Kota Tanjungpinang telah aktif dalam mengatasi masalah ini.

Upaya termasuk dalam operasi pasar, seperti yang terjadi di Terminal Sei Carang hari ini, di mana cabai dijual dengan harga yang terkontrol.

“Cabai merah dengan harga Rp65.000 per kilogram. Tentu hal itu kami lakukan untuk mengendalikan harga-harga yang ada di pasar,” tegas Zulhidayat, seraya kembali mengajak semua pihak untuk menyampaikan informasi terkait inflasi dengan sikap yang objektif dan ‘fair’.

Baca juga: Pengamat Ekonomi Soroti Inflasi Tanjungpinang Tinggi

Baca juga: Sekda Tanjungpinang: Inflasi Terkendali, Harus Dilihat Secara “Fair”

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News