Kini Mereka Bertanya di mana Mahasiswa

Indonesia telah berdiri selama kurang lebih 74 tahun lamannya. Berbagai kisah telah terukir dalam rentetan buku sejarah. Tak sedikit pula campur tangan insan cendikiawan muda yang ikut berjuang demi kibarnya bendera pusaka.

Tahun 1998 contohnya, pekikan dan bahkan jeritan rakyat jelata terdengar jelas sepanjang jalannya rezim penguasa. Bumi yang katanya tanah surga perlahan hancur dan terkesan menyiksa layaknya gambaran di neraka.

Porak-porandanya Bumi Pancasila pada saat itulah yang menggerakkan hati para mahasiswa. Ribuan dan bahkan jutaan mahasiswa dari Sabang sampai Merauke serentak turun ke jalan memperjuangkan reformasi demi memperbaiki NKRI.

Untungnya, apa yang diakukan para kaum cendekiawan itu tidaklah sia-sia. Berbagai perubahan telah terjadi dan perlahan berhasil memperbaiki kondisi NKRI. Jika saja pada saat itu mereka tidak bergerak menjalankan peran dan fungsinya, maka mungkin saat ini tidak akan ada yang namanya Indonesia.

Dengan melirik sejarah masa lampau itulah peran mahasiswa dalam memperjuangkan tanah pusaka tentu tidaklah bisa dipandang sebelah mata. Sebagai salah satu tonggak berdirinya NKRI, peran mahasiswa tentu sangat dibutuhkan dalam mempertahankan reformasi pada masa sekarang ini.

Namun sungguh disayangkan, semangat reformasi yang dulu sempat membara kini perlahan mulai sirna. Entah apa yang merasuki diri mahasiswa. Lebih memikirkan ego dan eksistensi diri tanpa memandang nasib negeri sendiri. Padahal berbagai kekacauan, penindasan, dan ketidakadilan telah terjadi.

Namun sebagian mahasiswa masih ada yang bungkam dan menutup diri. Mirisnya lagi, kini telah banyak yang beralih fungsi baik secara pribadi maupun organisasi. “Mahasiswa wajib berorganisasi agar paham peran dan fungsi,” kini hanya menjadi sebatas opini. Tak sedikit pula organisasi yang beralih fungsi.

Berlomba-lomba mengadakan acara hanya demi eksistensi semata. Bukan hanya itu, organisasi juga hanya menjadi sarana. Sarana demi mengukir nama dalam benak pejabat-pejabat tinggi negara.

Lamban dalam pergerakan dan sunyi dalam mengkritisi kini mulai melekat dalam insan cendekiawan NKRI. Hingga akhirnya lunturlah marwah mahasiswa sebagai harapan masa depan bangsa.

Pewarta: Muhammad Chairuddin