RENI YANG, satu dari sedikit perempuan Tionghoa yang mau terjun ke dunia politik. Siapa sangka, dari yang awalnya sekadar memenuhi kuota, ia justru duduk jadi anggota DPRD Kota Tanjungpinang. Bukan sekali, tapi tiga periode!
Banyak yang bilang periode pertama Reni dapat kursi dewan lantaran hoki. Belum dikenal, modal finansial terbilang minim, dan masih mentah di dunia politik.
“Pak Rudi Chua pernah bilang kalau saya ini kecelakaan politik,” kata Reni sambil tersenyum mengenang ucapan Anggota DPRD Kepri sekaligus seniornya itu saat ngobrol dalam program U Cast Ulasan.Tv, 5 Oktober 2023.
Kecelakaan politik yang ia maksud terjadi pada Pemilu 2009. Waktu itu umurnya baru 24 tahun. Reni yang cuma tamatan SMK dan bekerja di bagian keuangan salah satu perusahaan asuransi ini, diajak bergabung menjadi calon legislatif (Caleg) Kota Tanjungpinang dari Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB).
Reni mengakui diajak nyaleg sebatas memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan. Tapi, justru di sinilah titik balik dan karakter asli perempuan kelahiran Tanjungpinang, 20 Oktober 1985 ini, kelihatan.
Reni yang sadar belum punya reputasi politik dan ekonominya juga pas-pasan, merasa harus kerja ekstra. Setidaknya lebih keras dari caleg-caleg lain.
Dengan telaten, selama masa kampanye, ia mendatangi rumah-rumah warga di daerah pemilihan Bukit Bestari. Sambil mengenalkan diri, ia juga menyosialisasikan cara menemukan logo parpol, nomor urut, hingga nama caleg di kertas suara.
“Soalnya kertas suara Pileg 2009 masih sangat lebar. Biar masyarakat nggak bingung pas pencoblosan,” ujarnya.
Yang dicontohkan Reni dalam sosialisasi pencoblosan ke rumah-rumah warga Bukit Bestari tentu saja partai, nomor urut, dan namanya.
Baca Juga: Jurus Kepepet Owner Citra Sari Snack & Catering
Setelah beberapa bulan kampanye, masa pencoblosan itupun tiba, disusul dengan penghitungan suara.
Reni mengaku tak punya target kala itu. Istilahnya nothing to lose. Yang penting, kata dia, suaranya tidak jelek-jelek amat.
“Saya inget betul di Dapil Bukit Berstari dapat 442 suara. Karena di-backup dengan suara temen-temen caleg yang di bawah, Partai PIB dapat suara hampir 2.000-an sehingga kita mendapatkan kursi terakhir pada saat itu,” kata Reni.
Satu kursi tersisa ini membawa Reni ke Gedung DPRD Tanjungpinang di Senggarang, untuk masa bakti 2009-2014. Ia jadi yang termuda di Kepri saat itu.
Alih-alih bingung karena tetiba jadi anggota dewan, Reni yang tak ngerti apa-apa soal legislasi, cepat-cepat belajar ke para seniornya. Ia juga menambah pendidikan formal dengan kuliah S1, jurusan ekonomi.
Selain circle yang berubah, Reni juga punya penghasilan baru sebagai anggota dewan. Gaji dan tunjangannya lumayan. Setidaknya jauh lebih besar dari penghasilanya sebagai finance perusahaan asuransi.
“Sebagian gaji saya pakai untuk membantu perekonomian keluarga. Memperbaiki rumah sedikit-sedikitlah,” ungkapnya saat ditanya digunakan untuk apa saja penghasilannya di periode pertama anggota dewan.
Tahun demi tahun ia lalui sebagai wakil rakyat di komisi II, bidang ekonomi. Di periode pertamanya itu, ia sempat juga beberapa kali dibuat menangis oleh konflik politik. “Nangis sih pernah ya. Tapi itu waktu mental saya masih belum kuat,” ujanya.
Reni mengatakan, dirinya menjadikan dinamika itu sebagai pelajaran agar lebih matang sekaligus mampu meningkatkan kapasitas dan keterampilan politiknya.
Pindah ke Partai Hanura
Di Pemilu 2014, partai besutan ekonom Dr Sjahrir yang memayungi Reni, tak lolos verifikasi sebagai peserta. Situasi ini memaksa seluruh kader dan caleg PIB mencari kapal baru.
Di Kepri, kader PIB banyak yang eksodus ke Partai Hanura. Tak terkecuali Reni dan seniornya Rudi Chua. “Sebagian besar memilih gabung ke Hanura,” ungkapnya.
Meski sudah berpengalaman dan maju dengan partai yang lebih mapan, di pencalonan legislatif kedua Reni masih belum percaya diri. Kata dia, lebih mudah dapat kursi atau suara di periode pertama ketimbang yang ke dua.
“Orang mulai menilai kinerja kita. Kalau dianggap bagus, kita akan terpilih lagi. Tapi kalau tidak, ya nggak akan dipilih,” ungkapnya.
Di dapil yang sama tapi partai berbeda, Reni masih dapat kursi. Suaranya 1.755 atau naik empat kali lipat dari pemilu sebelumnya. Pencapaian itu menambah tebal kepercayaan diri Reni. Ia pun lebih rajin menyambangi dan memperjuangkan kebutuhan di basis konsituennya.
Setelah 10 tahun memupuk komunikasi di Dapil Bukit Berstari, pada pencalonan periode ketiga, Reni harus menerima keputusan partai untuk pindah daerah pemilihan. Di Pemilu 2019, ia didaftarkan Hanura sebagai caleg di Dapil Tanjungpinang Barat-Kota.
Meski sempat bingung dan kecewa karena harus membuka ladang suara di tempat baru, Reni mengaku beruntung kiprahnya sebagai anggota dewan dua periode, sudah mulai banyak diketahui masyarakat.
“Itu tantangan. Untungnya Tanjungpinang ini kan kecil ya, jadi masyarakat Tanjungpinang Barat juga sudah mengenal saya,” ujar perempuan yang siang itu mengenakan blazer hijau muda bermotif kotak-kotak ini.
Reni yang meraup 1.803 suara, akhirnya duduk kembali untuk kali ketiga sebagai anggota DPRD Kota Tanjungpinang.
Masih Single
Meski pergaulan dan dunianya lebih luas setelah berkecimpung di politik hampir 15 tahun, namun perempuan berzodiak Libra ini belum menemukan tambatan hati. Statusnya sebagai anggota DPRD tak jarang membuat laki-laki berpikir dua kali mendekatinya, apalagi memperistri.
Reni sendiri mengaku pernah pacaran dengan beberapa lelaki. Tapi kandas. “Kalau nggak ngerti bagaimana kesibukan kita, sulit ya. Saya harus ngantor ke DPRD, ketemu konsituen, belum lagi urusan partai. Sibuk,” ungkap Sekretaris Komisi I ini.
Karier politik Reni sepertinya memang masih panjang. Hari-harinya makin sibuk setelah didapuk menjadi Ketua DPC Hanura Kota Tanjungpinang, Maret 2023 lalu. Ia juga mencalonkan diri untuk keempat kalinya sebagai anggota DPRD Tanjungpinang pada Pemilu 2024.
“Pemilu ini stresnya lebih tinggi. Saya kontestannya, saya juga ketua partainya, masih harus ngantor juga di dewan. Pokoknya padat banget jadwalnya,” kata Reni.
Meski begitu, di tengah aktivitas politik, ia tetap berharap Tuhan mengirimkan jodoh terbaik untuknya. Ia tak punya kriteria khusus. Kata Reni, ia butuh laki-laki yang memahami kondisinya supaya nanti komunikasi bisa berjalan baik.
“Nggak ada kriteria yang terlalu gimana. Yang penting enak diajak komunikasi, mau mendengarkan curhatan kita pada saat capek-capek kerja kan. Saya pikir semua perempuan maunya seperti itu,” ujanya.
Disinggung soal rencana ke depan jika tidak terpilih lagi di periode empat, Reni mengaku tak menyiapkan rencana khusus. Baginya, menang-kalah dalam kontestasi politik itu biasa. Sekalipun kalah, ia akan terus memberikan kontribusi meski dalam kapasitas berbeda.
“Saya akan jalankan roda partai sebaik-baiknya,” kata Reni.
Walikota yang Paham Kebutuhan Rakyatnya
Reni mengaku kapasitasnya sebagai legislator cukup terbatas. Di banyak aspek, ia melihat masih banyak kekurangan yang belum mampu dipenuhi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyakat. Salah satu yang jadi perhatian Reni adalah peningkatan ekonomi dan infrastruktur.
Menurutnya, pemerintah perlu lebih mendorong tersedianya lapangan pekerjaan. Banyak anak-anak muda Tanjungpinang yang kuliah di luar kota, enggan kembali ke kota ini karena sempitnya lapangan pekerjaan dan gaji yang relatif kecil.
“Apa saja kebutuhan investor, undang mereka agar mau berinvestasi di Kota Tanjungpinang. Karena iklim investasi yang baik akan mendorong tumbuhnya lapangan pekerjaan dan upah yang kompetitif,” ujarnya.
Upaya menggaet investor itu, menurut Reni, akan sulit diwujudkan tanpa dukungan infrastruktur memadai. “Kebutuhan dasarnya dulu dipenuhi, terutama jalan,” ungkapnya.
Ditanya kenapa tidak maju pemilihan walikota jika sebagai dewan banyak keterbatasan, Reni menyatakan belum waktunya. Menurut Reni, masih banyak senior yang punya kapasitas dan kapabilitas maju dalam pemilihan walikota.
“Yang penting walikota kita ini harus paham kebutuhan rakyatnya,” ungkap Reni.***