JAKARTA – Tiga unit mobil mewah milik tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Andhi Pramono disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Andi Pramono sebelum jadi tersangka kasus TPPU, merupakan pejabat Dirjen Bea dan Cukai (BC). Ia menjabat sebagai Kepala Bea dan Cukai Makassar.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, aset yang disita itu diduga bersumber dari hasil korupsi yang disembunyikan Andhi di Batam, Kepulauan Riau.
“Tim penyidik telah melakukan penyitaan tiga unit kendaraan mewah yang diduga milik tersangka AP [Andhi Pramono] yang diduga sengaja disembunyikan di Ruko Green Land, Kecamatan Batam Centre, Kota Batam, Kepulauan Riau,” ujar Ali melalui keterangan tertulis, Kamis (21/9) dikutip dari cnnindonesia.
Tiga mobil dimaksud yaitu, mobil merek Hummer tipe H3, model Jeep warna silver. Kemudian ada mobil merek Morris tipe mini, model sedan warna merah.
Selanjutnya, mobil merek Toyota tipe Rodster model Mb penumpang warna merah.
“Selanjutnya dilakukan penitipan dan penyimpanan sekaligus pemeliharaan disertai pengamanan di Rupbasan [Rumah Penyimpanan Barang Sitaan dan Rampasan] Klas II Tanjungpinang,” tmabah Ali.
Andhi Pramono selaku mantan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar diproses hukum KPK, atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang terkait pengurusan barang ekspor impor.
Andhi diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp28 miliar, dalam kurun waktu 2012-2022. Penerimaan uang itu melalui transfer ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya.
Pihak-pihak tersebut disinyalir pengusaha ekspor impor, dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nominee.
Selain itu, Andhi diduga berupaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitas sebagai pengguna uang yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan serta menukarkan dengan mata uang lain.
Andhi diduga menggunakan uang tersebut di antaranya untuk membeli berlian senilai Rp652 juta, polis asuransi senilai Rp1 miliar dan rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.
Atas perbuatannya, ia disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.