Kota Rebah, Objek Wisata Sejarah yang Terbengkalai

Istana Kota Lama/Kota Rebah di kawasan Hulu Riau Sungai Carang, Tanjungpinang. (Foto: Muhamad Islahuddin)

Sejarah mencatat, Kota Tanjungpinang memiliki Istana Kota Lama yang sempat berdiri kokoh di kawasan Hulu Riau Sungai Carang. Istana ini dulunya milik kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang. Bagaimana wujudnya saat ini?

Siang menjelang sore, rintik hujan membasahi puing-puing tembok yang dulu kukuh nan gagah di sudut-sudut sepi Kota Rebah atau Kota Lama. Di antara reruntuhan bekas istana raja itu, terlihat tempat yang tak lagi memancarkan kemegahan, melainkan merangkak dalam kebisuan. Kondisinya yang tak terawat dan terlantar menciptakan gambaran Kota Rebah saat ini.

“Kota dalam bahasa Melayu maknanya Tembok, Rebah itu runtuh. Jadi Kota Rebah artinya tembok yang runtuh,” ujar Budayawan Melayu asal Kepulauan Riau, Raja Malik memulai ceritanya, Selasa, 9 Januari 2024.

Menurut Malik, penamaan Kota Rebah diberikan menggambarkan runtuhnya tembok-tembok bekas istana raja abad ke-17, yang kini hanya tersisa sebagai puing-puing berserakan.

“Namanya dulu Kota Raja atau Kota Lama,” kata Malik.

Seolah menjadi makam yang terlupakan, Kota Rebah kini terbungkus dalam kesunyian, seolah-olah daya tariknya telah sirna entah ke mana.

Gerbang masuk ke Kota Rebah yang dulu indah kini telah diselimuti lumut di sekujur dinding-dindingnya. Rumput-rumput liar juga tumbuh dengan lebatnya. Sepi, sunyi melanda seperti langkah kaki yang memasuki kawasan yang dipenuhi oleh keheningan.

Tampak bangunan tembok istana dan rumput liar yang tumbuh. (Foto: Muhamad Islahuddin)

Malik membuka lembaran sejarah, mengungkap Istana Kota Lama yang berada di Kawasan Hulu Riau Sungai Carang mulai dibuka sekitar tahun 1673 oleh Laksamana Tun Abdul Jamil atas perintah Sultan Abdul Jalil Syah yang kala itu merupakan Raja Johor ke-8.

“Di situ pernah menjadi pusat kerajaan Johor-Riau. Kemudian pusat kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang,” kata Malik.

Sebuah plang berwarna kuning tak jauh dari gerbang masuk Kota Rebah menceritakan perjalanan istana dari awal berdirinya hingga akhirnya ditinggalkan.

Pada plang itu tertera bahwa kawasan Istana Kota Lama terus dikembangkan pada masa Sultan Ibrahim Syah (Sultan Johor ke-9), Sultan Mahmud Syah II (Sultan Johor ke-10) sampai masa Sultan Abduljalil Rahmatsyah (Sultan Johor ke -11) yang pada tahun 1719 memindahkan ibukota kerajaan dari Johor ke Hulu Riau dan membuat Istana yang sangat megah.

Menurut Malik, di Hulu Sungai Riau juga terdapat tempat-tempat lain seperti Batangan, Kota Piring atau Bilam Dewa, Sungai Baru, dan Pulau Bayan yang juga menyimpan sejarahnya.

“Di Kota Rebah juga terdapat Pangkalan Ramah, jadi di Hulu Sungai Riau banyak nama-nama tempat dan dulu di sana jadi pusat kerajaan,” kata Malik.

Makam di Istana Kota Lama/Kota Rebah. (Foto: Muhamad Islahuddin)

Sejarahnya mengungkap bahwa di Sungai Batang terdapat istana milik Sultan, sementara Kota Rebah menjadi istana Yang Dipertuan Muda Riau ke-3, yang dikenal sebagai Daeng Kemboja.

Pusat Kerajaan di Hulu Riau ini makin berkembang pada masa Sultan Mahmud Syah III (Sultan Johor ke-16) khususnya pada masa Yang Dipertuan Muda Riau IV, Raja Haji Fisabilillah (1777-1784).

Malik mengungkap, di kawasan Kota Rebah juga terdapat makam Daeng Chelak, Yang Dipertuan Muda Riau II. Daeng Chelak menurutnya, memiliki peranan penting saat kerajaan itu berpindah dari Johor ke Riau pada masanya.

“Pertama 1673 pindah dari Johor ke Hulu Sungai Riau. Beberapa tahun setelahnya, balik lagi Johor. Lalu pada 1718 pindah lagi ke kawasan itu,” kata dia.

Riwayat Kota Lama pun berakhir setelah Sultan Mahmud Syah III memindahkan ibu kota Kerajaan dari Hulu Riau ke Lingga pada Tahun 1787.(*)