Menanggapi hal tersebut, khususnya terkait testing dan tracing COVID-19, Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang Nugraheni mengatakan, testing COVID-19 secara besar-besaran dapat menimbulkan rasa ketakutan di masyarakat.
“Ya, kalau kita melakukan tes COVID-19 secara masif, nanti akan terdeteksi banyak masyarakat terpapar, dan itu akan menimbulkan kekhawatiran secara psikologis. Masyarakat pasti jadi takut,” kata Nugraheni di kantornya, Selasa (29/6).
Surat Edaran Gubernur Kepri soal rendahnya pelaksanaan testing dan tracing COVID-19, serta tanggapan Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang diatas, cukup menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi Kepri saat ini gamang dalam menghadapi COVID-19 yang semakin banyak memakan korban.
Lantas bagaimana tanggapan dari epidemiolog mengenai ini? Apakah rendahnya testing dan tracing COVID-19 di Kepri disebabkan keterbatasan alat, atau karena ketidakmampuan –atau ketidakmauan, pemerintah daerah dalam menjalankan testing dan tracing covid-19 di daerahnya?
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, testing yang memadahi sangat penting dalam penanggulangan pandemi Covid-19.
Menurutnya, testing mampu menentukan awal terjadinya pandemi dan menilai performa pengendalian pandemi. “Terutama test positivity rate yang menentukan kalau 5 persen ya sudah terkendali, di bawah 3 persen sangat terkendali,” kata Dicky, Senin (28/6) kemarin.
“Akhir pandemi ini kalau tidak ada tes yang memadahi ya sulit. Tidak bisa ditentukan, kan berdasarkan surveillance, makanya penting banget,” sambung dia.
Ia menjelaskan, testing yang memadahi juga dapat mencegah terjadinya beban di layanan kesehatan, karena semakin banyak kasus yang terdereksi. Semakin banyak kasus Covid-19 yang ditemukan, maka penularan lebih lanjut akan dapat dicegah.