TANJUNGPINANG – Menjelang perayaan Hari Raya Imlek, umumnya rumah-rumah warga etnis Tionghoa mulai dihiasi dengan pernak-pernik yang bernuansa merah. Mulai dari gantungan nanas, lampu lampion, hiasan rumbai dan lain sebagainya.
Warna merah tampak meriah pada perayaan Imlek setiap tahunnya. Secara umum, warna merah melambangkan gairah, keberanian, kekuatan, dan kreativitas. Namun nuansa merah pada perayaan Imlek memiliki makna lain.
Ketua Ikatan Tionghoa Muda Kepulauan Riau (ITM Kepri), Edyanto mengatakan, bahkan pada awal hari Imlek nanti etnis Tionghoa akan mengenakan baju berwarna merah meskipun tidak serupa satu sama lain.
“Ada yang mengenakan pakaian berwarna merah maroon, merah hati, merah muda dan sebagainya yang penting ada unsur merahnya,” kata Edyanto, Adyanto 26 Januari 2025.
Dia mengatakan bahwa warna merah yang identik dengan perayaan Imlek memiliki sejarah. Dahulu di daratan Tiongkok negeri China ada seekor monster yang bernama Nien, yang rupanya seperti harimau atau singa yang memiliki tanduk.
Monster ini, kata Edyanto, bersembunyi pada musim dingin sekitar tiga bulan tanpa makan apapun dan akan keluar untuk mencari mangsa dengan berburu masyarakat pada musim semi.
Ketika Nien akan memangsa seorang kakek tua, lanjut dia, Nien menyobek baju kakek tua tersebut menggunakan kuku panjangnya. Ketika ada kain warna merah di baju kakek tersebut, lantas monster Nien ketakutan. Berdasarkan kejadian itu, leluhur orang Tionghoa mengetahui bahwa Nien takut dengan warna merah.
Sejak saat itu, etnis Tionghoa memasang pernak-pernik berwarna merah di rumahnya sebagai wujud pengusiran Nien atau penolak bala.
Selain hari raya, Edyanto menyebutkan, Imlek juga merupakan perayaan keberhasilan etnis Tionghoa dalam mengusir monster Nien.
“Ketika kami membuat tulisan mandarin menggunakan kata Nien yang artinya juga tahun. Jadi ada tulisan ‘Kwo Nien’ yang memiliki arti ganda yaitu melewati tahun, dan melewati Nien (telah berhasil mengusir/melewati monster Nien),” ujar Edyanto menjelaskan.
Selain itu, dia menyampaikan, pertunjukan barongsai yang sering kita temui saat perayaan hari Imlek maupun perayaan kebudayaan etnis Tionghoa lainnya adalah replika dari monster Nien.
Menurutnya, masyarakat Tionghoa yang berhasil mengusir Nien merayakannya dengan menjadikan replika Nien sebagai mainan turun temurun, hingga menjadi budaya yang harus dijaga kelestariannya.
Edyanto juga menambahkan, aksi menyalakan petasan saat pertujukan barongsai yang didasari oleh Nien yang juga takut akan bunyi-bunyian yang nyaring.
Ia juga menyampaikan seiring berjalannya waktu warna merah tidak hanya identik dengan perayaan Imlek tetapi menjadi ciri khas etnis Tionghoa.
“Sebelum diketahui Nien takut dengan warna merah, warga setempat mengusir Nien dengan memukul benda-benda yang dapat menimbulkan suara nyaring,” ungkap Edy mengakhiri wawancara.