JAKARTA – Angkatan Udara Myanmar dilaporkan telah mengandangkan jet tempur JF-17 Thunder buatan China, yang dikembangkan bersama Pakistan lantaran didapati ada keretakan struktur.
Selain itu, dan masalah teknis lainnya juga mendera pesawat itu. Sehingga, pesawat tempur bikinan Chengdu Aircraft Industry dan Pakistan Pakistan Aeronautical Complex tak layak terbang.
Padahal, Myanmar baru empat tahun mengoperasikan jet tempur JF-17. Setelah Angkatan Udara Myanmar menerimanya tahun 2018 lalu.
Pesawat yang seharusnya mampu melakukan intersepsi, serangan darat, dan misi pengeboman itu ternyata tidak layak untuk digunakan, lapor The Irrawaddy (25/11), mengutip hasil tim analisis militer Myanmar.
Dengan didera permasalahan teknis, militer Myanmar tidak memiliki keahlian teknis untuk memperbaiki masalah pada JF-17 Thunder tersebut.
Myanmar menandatangani kesepakatan pembelian 16 unit JF-17 Thunder dari China pada awal 2016. Saat itu kesepakatannya dengan biaya masing-masing 25 juta USD.
Akhirnya, Angkatan Udara Myanmar menerima batch pertama terdiri dari enam unit JF-17 pada tahun 2018. Sementara rincian tentang 10 unit lainnya belum jelas.
Baca juga: Korsel Tidak Berikan Prototipe Jet Tempur KF-21 Kepada Indonesia, Kenapa?
Kesepakatan dengan China itu, lantas menjadikan Myanmar sebagai negara pertama di luar China dan Pakistan yang membeli jet tempur JF-17 Thunder.
JF-17 pada awalnya dirancang bagi Pakistan, untuk menandingi kekuatan Angkatan Udara India. Pesawat itu ditopang dengan avionik buatan Barat dan ditenagai mesin aero Klimov RD-93 yang bertenaga buatan Rusia.
Jet JF-17 dapat dipersenjatai dengan peluru kendali (Rudal) jarak menengah udara ke udara, roket kaliber 80 mm dan 240 mm, serta bom seberat 500 pon.
Sementara bagian penting dari avionik JF-17, adalah radar KLJ-7 Al buatan China, yang memiliki masalah akurasi dan perawatan yang buruk, kata para analis.
Pesawat itu bahkan tidak memiliki rudal di luar jangkauan visual (BVR) yang efektif, atau radar intersepsi udara, menurut laporan tersebut.
Kerusakan pada Komputer Manajemen Misi Senjata, telah menyebabkan zona peluncuran rudal udara ke udara BVR menyusut selama latihan tempur.
Selain itu, badan pesawat rentan terhadap kerusakan, terutama di ujung sayap dan cantelannya. Ketika pesawat menghadapi gaya gravitasi yang kuat, kata mantan pilot Angkatan Udara Myanmar.
Muncul Persoalan Setelah Kudeta
Perangkat avionik dan elektronik yang terpasang di JF-17, dibuat dengan suku cadang dari negara-negara Barat. Militer Myanmar membeli jet tempur melalui perantara antara tahun 2015 dan 2020.
Setelah kudeta, Uni Eropa memberlakukan sanksi terhadap militer Myanmar dan pialang senjata. Alhasil, Angkatan Udara Myanmar sekarang tidak memiliki suku cadang untuk JF-17.
Embargo perdagangan juga membuat rezim militer Myanmar, tidak mungkin membeli langsung rudal dan bom untuk mempersenjatai JF-17 Thundernya.
Sementara itu, rezim Myanmar telah menjalin kemitraan dengan militer Pakistan. Myanmar mengirimkan perwira sistem senjata dari Angkatan Udara dan unit Pertahanan Udara ke Pakistan untuk pelatihan dari waktu ke waktu.
Baca juga: Lockheed Tunda Produksi F-16 Viper, Bulgaria Cari Jet Tempur Sewaan
Bahkan teknisi dari Angkatan Udara Pakistan juga melakukan kunjungan rahasia ke Myanmar pada September, di mana mereka menyiapkan simulator JF-17 untuk pilot Angkatan Udara Myanmar di Pangkalan Udara Pathein, serta memperbaiki beberapa masalah teknis pesawat.
Namun, menurut seorang perwira sistem senjata JF-17 mengatakan, sistem senjata JF-17 terlalu rumit secara teknis untuk ditangani oleh pilot Myanmar.
Dikarenakan akurasi JF-17 yang buruk, Angkatan Udara Myanmar tidak dapat menggunakannya untuk pertempuran empat tahun setelah ditugaskan dikutip airspacereview.
Hal ini menyebabkan Angkatan Udara Myanmar mengandalkan jet tempur Yak-130 dan MiG-29 buatan Rusia dan pesawat tempur K-8 buatan China, kata para analis.
Baca juga: Negara NATO Tak Sanggup Lagi Kirim Bantuan Senjata untuk Ukraina