IndexU-TV

Nelayan Terancam, HNSI Kepri Kritik Penanganan Buaya Lepas di Pulau Bulan Lamban

HNSI Kepri
HNSI saat mendatangi kantor BPSDL. (Foto: Randi Rizky K)

BATAM – Ketua HNSI Kepri, Distrawandi, menyatakan keprihatinannya terhadap lambatnya respons pemerintah terkait lepasnya buaya dari penangkaran PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) di Pulau Bulan. Ia menegaskan masalah ini sangat berdampak pada nelayan yang kini dihantui rasa takut saat beraktivitas di laut.

“Awalnya kami agak lambat merespons isu ini karena harus memperbarui data dari nelayan. Kami ingin memastikan informasi soal gangguan hingga ancaman buaya terhadap mereka,” ujar Distrawandi, Kamis 16 Januari 2024.

Ia menyebut, laporan nelayan mengindikasikan kekhawatiran tinggi, terutama di tengah tingginya aktivitas menangkap ikan dingkis jelang perayaan Imlek.

Distrawandi menilai, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) kurang sigap dalam menangani situasi ini. Sebab pihaknya merasa seperti dioper-oper saat mengkonfirmasi siapakah di antara dua lembaga tersebut yang berwenang menangani hal tersebut.

“Kami merasa pemerintah lamban. Ini menyangkut keselamatan nelayan, serius dong, buaya ini kan hewan dilindungi. Siapa sebenarnya yang bertanggung jawab? BKSDA atau BPSPL?” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan klaim PT PJK yang menyebut hanya 5-7 ekor buaya yang lepas. “Mana datanya? Apakah laporan sudah disampaikan ke BKSDA atau BPSPL? Kejelasan ini penting agar isu tidak semakin liar,” katanya.

Distrawandi mengungkapkan, nelayan saat ini menghadapi dua ancaman besar, cuaca ekstrem dan  buaya liar.

“Mereka butuh penghasilan, tapi sekarang takut turun ke laut karena buaya disebut muncul dimana-mana,” ujarnya.

Ia menambahkan, pihaknya telah mencoba berkoordinasi dengan PSDKP, BPSPL, dan BKSDA, namun belum ada kepastian.

“Kami dipingpong terkait kewenangan. Kami minta keseriusan pemerintah, jangan sepelekan masalah ini,” tegas Distrawandi.

Lebih jauh, ia menduga seperti berebut kewenangan antara KLHK dan KKP yang menjadi salah satu penyebab lambatnya respons menangani persoalan tersebut.

“Kalau memang ada nilai ekonomi besar di balik isu ini, ayo selesaikan persoalannya. Bangun penangkaran baru yang lebih aman dan jelas pengelolaannya,” usulnya.

Distrawandi berharap pemerintah segera mengambil tindakan konkret dan memberikan kepastian kepada nelayan.

“Jangan main yang lepas kayak gini. Hilang tanggung jawab kalau seperti itu,” katanya.

Baca juga: BBKSDA Batam: Jumlah Buaya Lepas dari Penangkaran Pulau Bulan Belum Diketahui

Diketahui HNSI Kepri telah mendatangi kantor Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) pada Kamis 16 Januari 2025 untuk membicarakan persoalan tersebut. Namun situasi sempat memanas karena kedua pihak tidak menemukan titik temu dalam pembahasan itu.

Sementara itu, Kordinator BPSPL wilayah Batam, Eka mengatakan kewenangan terkait perizinan PT PJK masih berada di bawah BKSDA, sehingga tak bisa dipertanyakan jumlah buaya yang lepas kepada BPSPL. Namun ia tidak menampik dalam penanganan permasalahan ini semua pihak berkaitan terlibat.

“Memang ada peralihan dari BKSDA ke KKP tapi kan belum ketuk palu di MK sehingga belum diputuskan wewenangnya di kami,” ujarnya.

Ia menegaskan hingga saat ini BPSPL tidak mengeluarkan izin apapun terhadap perusahaan yang melakukan penangkaran hewan dilindungi. Sehingga pihaknya tidak bisa memberikan data apapun termasuk yang diminta oleh HNSI.

“Karena kami tidak berwenang juga meminta data kepada PT PJK yang jelas dibawah pengawasan BKSDA. Keputusan MK belum ada sehingga SOP bagi kami juga belum ada,” ujarnya.

Sementara untuk keselamatan masyarakat itu harus dipertanyakan kepada Pokmaswas yang berada dibawah PSDKP, Polisi, Basarnas, sebab BPSPL kewenangannya lebih kepada lalu lintas jenis ikan dilindungi.

“Yang kami tangani itu arwana, napoleon, teripang, hiu pari dan teripang. Tapi teripang susu dan nanas masih di BKSDA. Kewenangan kami itu lebih kepada melayani surat angkut,” katanya.

Sementara itu diberitakan sebelumnya, Kepala BBKSDA Riau Seksi Konservasi Wilayah II Batam, Tommy Steven Sinambela mengatakan tim BBKSDA juga telah turun ke lapangan sejak awal kejadian untuk membantu penanganan.

Namun ia menerangkan, sebenarnya penanganan buaya ini sudah dialihkan dan berada di bawah kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024. Kendati begitu, pihaknya akan terus mendukung proses evakuasi buaya itu. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News

Exit mobile version