Pemuka Lintas Agama Doakan Puan Maharani Segera Sahkan RUU PPRT

JAKARTA – Sejumlah aktivis dan pejuang perempuan terus mendesak agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Perempuan (RUU PPRT) segera disahkan.

Untuk itu para aktivis tersebut bersama beberapa tokoh lintas iman menggelar doa bersama di depan gedung DPR RI.

Aksi doa bersama lintas iman itu ditujukan untuk Ketua DPR RI Puan Maharani, agar pintu hatinya terketuk untuk segera mengesahkan RUU PPRT tersebut.

Mereka pun mengeluhkan, RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) bisa dibahas hanya dalam waktu 4 hari, dan langsung disetujui untuk masuk ke rapat paripurna DPR RI.

Sementara para pejuang dari pengesahan RUU PPRT harus menunggu selama 20 tahun. Sampai saat ini mangkrak dan belum juga dibawa ke rapat paripurna DPR.

Salah satu PRT, Sutinah mengungkapkan perasaannya. Sutinah mengaku sakit melihat proses kerja DPR, dalam menangani produk hukum berupa RUU DKJ hanya butuh waktu 4 hari.

Sementara, RUU PPRT harus mengalami waktu 20 tahun dan belum juga dibahas dalam rapat paripurna oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

“Kenyataan ini membuat kami tahu, bahwa mbak Puan Maharani sebagai ketua DPR mengenyampingkan nasib kami, para wong cilik, kami tak dianggap penting, selalu dilewati setiap tahun,” kata Sutinah di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 21 Maret 2024.

Doa bersama yang dilakukan para pemuka lintas iman dan aktivis perempuan dan PRT itu sebagai simbol, jika Ketua DPR RI terus-menerus mengabaikan para PRT, ini sama saja dengan membiarkan kekerasan terus terjadi.

Menurutnya, di agama dan keyakinan manapun, apabila melakukan kekerasan tidak diperbolehkan dan sangat dilarang.

Aksi ini bukan untuk pertama kalinya dilakukan, namun di tahun 2023 para pemuka lintas iman sudah menyelenggarakan diskusi, pertemuan dan aksi doa bersama.

Doa tadarusan ini dilakukan oleh berbagai pemuka lintas iman mulai 19 Maret 2023 secara online dan Kamis, 21 Maret 2024 secara offline di DPR RI. Wakil Ketua PBNU Alisa Wahid, Sekretaris Komisi KPP KWI Pater Martin Jemarut Pr, Pendeta Gomar Gultom/ Ketua Umum PGI serta ulama besar Nasaruddin Umar turut mendukung pengesahan RUU PPRT tersebut.

“Undang-undang ini diperlukan agar semua tahu bagaimana memperlakukan PRT, bagaimana memperlakukan keadilan bagi PRT, karena PRT adalah orang-orang yang dilemahkan. Keluarga adalah wakil Tuhan untuk memberikan keadilan dan memperjuangkan para PRT di rumah. Semoga wakil rakyat di DPR mengesahkan ini,” kata Alisa Wahid.

Pendeta Gumor Goltam, Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)  menyatakan bahwa tidak selayaknya para PRT mengalami perbudakan modern di zaman ini.

“Kami di persekutuan gereja-gereja, kami ikut tersakiti disini jika para PRT tidak mendapatkan haknya, mengalami kekerasan atau ketika mereka hidup terlunta atau mengalami hal yang tak wajar. Ini namanya merobek hati kami, karena martabat PRT harus dihargai. Kami meminta seluruh warga gereja untuk memasukkan keadilan bagi PRT di gereja-gereja di Indonesia dan mendorong parlemen sesegera mungkin untuk membahas RUU ini menjadi UU,” sebut Gumor Goltam.

Aktivis dari Koalisi Sipil untuk UU PPRT, Eka Ernawati dari Koalisi Perempuan  Indonesia (KPI) menyatakan bahwa koalisi menggunakan momentum Ramadan, agar Ketua DPR RI Puan Maharani mau melihat nasib para PRT, karena Ramadan adalah momen untuk memperjuangkan nasib pada kelompok yang kekurangan, terutama perempuan.

“Kami menyebut momen Ramadan ini sebagai bulan perempuan, bulan untuk memperjuangkan perempuan yang kekurangan, yang harus diubah nasibnya. Semoga mbak Puan Maharani terketuk hatinya melihat para PRT berdoa bersama di depan DPR bersama para pemuka lintas iman,” kata Eka Ernawati