Pengadaan alutsista melalui pinjaman luar negeri itu dinilai tidak akan membebani APBN dan tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
Reorganisasi belanja dan pembiayaan alpalhankam ini akan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan melalui mekanisme belanja alpalhankam lima renstra dibelanjakan pada satu renstra pertama, pada tahun 2020—2024 sehingga postur pertahanan ideal Indonesia bisa tercapai pada tahun 2025 atau 2026. Postur ideal tersebut bertahan sampai 2044.
Dengan formula itu, kata Dahnil, pada tahun 2044 akan dimulai pembelanjaan baru untuk 25 tahun ke depan.
Dengan investasi secara langsung pada tahun 2021—2024 akan meningkatkan posisi tawar Indonesia agar mendapatkan alat pertahanan dengan harga yang lebih terjangkau.
Modernisasi Diapresiasi
Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darma Putra mengapresiasi komitmen Presiden Joko Widodo dan Menhan Prabowo Subianto untuk memodernisasi alutsista.
Perhatian Presiden Joko Widodo dan Menhan Prabowo Subianto patut diacungi jempol, demikian penilaian Rizal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (5/6).
Rizal menyatakan sepakat dengan rancangan strategis percepatan peremajaan alutsista yang kini sedang disusun Kementerian Pertahanan akan memiliki kepastian investasi pertahanan selama 25 tahun.
Hal yang selama ini tidak pernah bisa dilakukan. Rizal sepakat dengan yang saat ini tengah direncanakan oleh Pemerintah, yakni sistem pengadaan yang digeser ke depan yang dilakukan pada tahun 2021—2044.
Pemerintah tengah menyusun strategi pembiayaan investasi alat utama pertahanan. Pertama, persentase anggaran pertahanan terhadap PDB 0,8 persen yang konsisten selama 25 tahun ke depan.
Jumlah anggaran pemenuhan alpalhankam prioritas pada tahun 2021—2044 disebut-sebut sebesar 125 miliar dolar AS dengan mengupayakan sumber pendanaan alternatif untuk mengurangi beban pemenuhan alpalhankam terhadap keuangan negara.
Meskipun angkanya terdengar fantastis, Rizal beranggapan 125 miliar dolar AS untuk membeli alutsista selama 25 tahun itu kecil, bahkan cenderung konservatif bila dibandingkan dengan potensi PDB Indonesia selama 25 tahun.
Investasi Pertahanan
Sementara itu, pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan akan alutsista masih banyak yang harus ditingkatkan dan dibenahi pengadaannya.
Pengembangan alutsista saat ini menggunakan paradigma baru yang menyatakan bahwa pembangunan kekuatan pertahanan adalah investasi.
Anggaran yang disediakan pemerintah untuk pengembangan kekuatan tidak dipandang sebagai biaya yang harus dikeluarkan, tetapi justru investasi yang harus memberikan keuntungan bagi masyarakat Indonesia.
Pengembangan alutsista sesuai dengan MEF, menurut kata Susaningtyas, adalah investasi untuk keutuhan NKRI dan menjamin keberlangsungan pembangunan nasional.
Tanpa alutsista yang andal maka pembangunan nasional dapat terganggu, bahkan terhambat. Maka, Pemerintah perlu memberikan alokasi anggaran pertahanan dengan skema persentase PDB sekitar 1,8 sampai 2 persen. (*)
Pewarta: Antara
Redaktur: Muhammad Bunga Ashab