Pertalite Rp10 Ribu per Liter, Warga Natuna Menjerit

RDP
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) Marzuki saat melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Pertamina di Ruang Rapat Banggar Sekretariat DPRD Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri). (Foto:Muhamad Nurman/Ulasan.co)

Natuna – Warga Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) keluhkan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite yang mencapai Rp10 ribu per liternya.

Keluhan itu disampaikan oleh Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Natuna, Marzuki dalam rapat dengar pendapat (RDP) Manager Pertamina Rayon I Kepri di Ruang Rapat Banggar Sekretariat DPRD Natuna, Senin (14/02).

Dalam kesempatan itu, Marzuki menyampaikan dan meminta penjelasan terkait tingginya harga Pertalite di beberapa Kecamatan di Natuna kepada pihak Pertamina.

Dimana, harga Pertalite di Ranai sama di daerah lain yakni Rp8 ribu per liter.

Namun untuk di Kecamatan Bunguran Barat (khususnya Pulau Sedanau), Pulau Tiga, Pulau Tiga Barat, Serasan, Midai dan Subi dibanderol Rp 9,5 ribu hingga Rp10 ribu per liter.

“Rata-rata keluhan itu datang dari daerah yang jauh dari ibu kota Kabupaten,” ucapnya saat rapat.

Ia menjelaskan, perbedaan harga diakibat ongkos angkut yang dikeluarkan oleh sub penyalur dari penyalur BBM.

Baca juga: Harga BBM Pertamax Turbo, Dex serta Dexlite Naik

Dimana menurut aturan yang berlaku, ongkos yang ditanggung oleh pertamina dalam penerapan BBM satu harga atau Rp8 ribu rupiah perliter hanya sampai ke penyalur saja.

“Dari penyalur ke sub penyalur terdapat ongkos angkut BBM, sehingga harga menjadi tinggi,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah dan pihak pertamina sendiri membangun SPBU atau Pertamini disetiap ibu kota kecamatan yang membutuhkan.

“Dengan dibangunnya SPBU atau Pertamini, harga per liter Pertalite bisa sama,” pintanya.

Semetara itu, Manager Rayon 1 Pertamina Kepri, Reiza Pradipta Makruf sangat setuju dengan saran yang diberikan oleh Ketua Komisi II tersebut.

Menurut Reiza, lembaga penyalur memang lebih baik berada disetiap Ibu Kota Kecamatan, agar terhindar dari kesenjangan harga yang memberatkan masyarakat.

“Kita sarankan memang. Karena baikanya setiap kecamatan miliki lembaga penyalur sendiri,” ujarnya.

Reiza menjelaskan, bagi setiap kecamatan yang mau membangun tempat penyalur BBM bisa meminta rekomendasi dari Kepala Daerah masing, tentunya dengan aturan yang berlaku.

Jika sudah mendapatkan rekomendasi, maka pihaknya akan melakukan survei untuk menentukan apakah lokasi pembangunan penyalur BBM itu layak dibangun atau tidak.

“Untuk SPBU satu harga penunjukkannya sesuai dengan rekomendasi dari Kepala Daerah setempat dalam hal ini Bupati. Nantinya akan kita survei apakah lokasi tersebut layak,” pungkasnya.