JAKARTA – Cadangan devisa (Cadev) Indonesia terus mengalami tren penurunan beberapa bulan terakhir, akibat pertumbuhan ekonomi global yang melambat.
Data pihak Bank Indonesia (BI) menunjukkan posisi cadangan devisa per akhir September 2023 mencapai US$134,9 miliar, nilai tersebut turun dari bulan sebelumnya US$137,1 miliar.
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (03/11/2023) mengatakan, penurunan cadangan devisa terjadi karena kebutuhan untuk menahan tekanan global.
Tekanan global yang dimaksud Perry Warjiyo yaitu pertumbuhan ekonomi pada 2023 diprakirakan sebesar 2,9 persen dan melambat menjadi 2,8 persen.
Kemudian, lanjut dia, pada 2024 dengan kecenderungan risiko yang lebih rendah. Ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2023 masih tumbuh kuat, terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa yang berorientasi domestik.
Sedangkan ekonomi Tiongkok melambat, lantaran dipengaruhi oleh pelemahan konsumsi dan penurunan pada kinerja sektor properti.
“Dulu naik sampai US$ 139 miliar cadev saat inflow besar dan ekspor kita besar seperti itu, nah kita gunakan saat tentu saja ada tekanan-tekanan global seperti ini ya wajar itu adalah penurunan,” terang Perry Warjiyo dikutip dari cnbc.
Meningkatnya ketegangan geopolitik, kata Perry Warjiyo, akan mendorong harga energi dan pangan meningkat, sehingga mengakibatkan tetap angka inflasi global tetap tinggi.
Untuk mengendalikan inflasi, katanya, suku bunga kebijakan moneter di negara maju termasuk Federal Funds Rate (FFR), diprakirakan akan tetap bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer).
Sementara kenaikan suku bunga global diperkirakan akan diikuti pada tenor jangka panjang, dengan kenaikan yield obligasi Pemerintah negara maju, khususnya AS (US Treasury), akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan utang Pemerintah, dan kenaikan premi risiko jangka panjang (term-premia).
Berbagai perkembangan tersebut mendorong pembalikan arus modal dari negara Emerging Market Economies (EMEs) ke negara maju, dan ke aset yang lebih likuid, lalu mengakibatkan dolar AS menguat secara tajam terhadap berbagai mata uang dunia.
Rupiah sempat melemah tajam. Dolar AS bahkan nyaris menembus level Rp16.000. Meskipun dibandingkan dengan banyak negara lain, pelemahan rupiah tergolong masih cukup rendah
Perry Warjiyo juga menegaskan, pihaknya tetap berupaya untuk mendorong peningkatan cadangan devisa dengan implementasi kebijakan devisa hasil ekspor (DHE).
“DHE SDA sudah juga membantu peningkatan cadangan devisa karena term deposit valas yang dipasson dari ekspor ke BI US$ 1,9 miliar belum semua karena memang PP 36 2023 itu kemarin kan efektifnya adalah November dan untuk melihat itu jangka waktu 3 bulan mari kita lihat kembali,” ungkap Perry Warjiyo.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor, dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
“Ketahanan kita akan kuat termasuk juga cadev kita lebih dari cukup,” tutupnya.