BATAM – Polda Kepri berhasil menangkap lima tersangka yang diduga melakukan tindak pidana merekrut tenaga kerja migran Indonesia (PMI) secara non prosedural atau ilegal. Salah satu pelaku bahkan merupakan seorang warga negara Malaysia berinisial ZA (43 tahun).
Selain tersangka ZA, Ditreskrimum Polda Kepri juga menangkap empat tersangka lainnya, masing-masing berinisial YU (47), NS (46), RC (41) dan NW (30).
Penangkapan ini didasarkan dari empat laporan polisi selama rentang Agustus hingga September 2024 yang dilakukan di dua tempat kejadian perkara, yaitu dua kasus di Pelabuhan Harbour Bay Jodoh dan dua kasus Pelabuhan Internasional Batam Centre.
“Keseluruhan korban ada lima korban,” ujar Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad pada Rabu 9 Oktober 2024.
Kelima korban diketahui berasal dari sejumlah daerah yaitu L asal Pekanbaru, K asal Bengkulu, N asal Banyuwangi, M asal Gresik dan DF asal Jakarta.
Sementara itu, Direktur Reskrimum Polda Kepri Kombes Pol. Dony Alexander mengatakan, modus masing-masing tersangka hampir sama, yaitu melakukan pengurusan dan pemberangkatan PMI ilegal ke luar negeri tanpa dilengkapi persyaratan legal. “Satu tersangka adalah WNA Malaysia,” ujarnya.
Dari hasil penyelidikan terungkap para pelaku melakukan aksinya juga menggunakan modus yang berubah-ubah dan terorganisir. Pelaku mengisolir korbannya dalam satu tempat dan dikirimkan ke wilayah Batam untuk diselundupkan melalui Pelabuhan Harbour Bay dan Batam Centre.
“Modus mereka sudah kita identifikasi dengan bekerjasama dengan BP3MI dan rekan-rekan eksternal yang lain,” ujarnya.
Khusus tersangka ZA, ia menyebut, para korban tergiur untuk ikut bekerja dengan ZA ke Malaysia karena dijanjikan bekerja di restoran miliknya dengan gaji 2.000 Ringgit Malaysia (RM).
Selain itu, tersangka ZA dan empat tersangka lain diketahui tidak memiliki keterkaitan. Namun, kepolisian masih mendalami, apakah kasus ini merupakan suatu jaringan, dan sudah berapa kali mereka merekrut PMI nonprosedural tersebut.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 81 juncto Pasal 69 atau Pasal 83 juncto Pasal 68 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, dengan ancaman paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Ia pun mengimbau agar masyarakat bisa waspada dan memberikan informasi kepada kepolisian karena ritme modus pelaku yang berubah-ubah dengan merekayasa dokumen-dokumen yang mereka lengkapi untuk masuk ke wilayah kepri untuk diloloskan ke Luar negeri.
Baca juga: Polda Kepri Akan Sikat Penyebar Informasi Sesat Terkait Pilkada 2024
Sementara itu, Sementara itu Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepri, Kombes Pol. Iman Riyadi menyatakan pihaknya sepaham dengan Polda Kepri dalam mengungkap kasus pengiriman PMI nonprosedural atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Tentunya modus modus baru terus kita selidiki dan ungkap, apalagi ada pelaku yang orang asing yang artinya modus mereka terus berkembang. Hal ini kita lakukan untuk melindungi pekerja kita” ujarnya.
BP3MI Kepri mencatat selama rentang Januari-Oktober 2024 sudah menerima 2.036 PMI yang dideportasi dari Malaysia. Rencananya akan ada lagi 88 PMI lagi yang dideportasi dari Malaysia.
“Sementara dari hasil kerja sama TNI/Polri ada sekitar 405 pekerja migran yang kita cegah dan kembalikan ke daerah asal serta ungkap pelaku-pelakunya. Sementara dari BP3MI sendiri berhasil mencegah sekitar 351 pekerja imigran yang berhasil dicegah,” pungkasnya. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News