Rintihan Emak-Emak di Tanah Rempang, Jadi Rakyat Kecil Ditindas

Emak-Emak Pulau Rempang
Hasniah warga Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, saat mengungkapkan keluh kesahnya. (Foto: Muhamad Ishlahuddin)

BATAM – Hasniah, warga Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, tak mampu membendung tangisnya. Ia merintih akan ketidakjelasan nasib yang kian dekat dengan penggusuran oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Wanita 49 tahun itu menanyakan di mana letak sila kelima dari Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, ia sebagai rakyat kecil merasa ditindas dari rencana pengembangan Rempang menjadi Rempang Eco-City.

“Undang-Undang Dasar juga, katanya penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusia dan perikeadilan. Saya sakit hati, sebagai rakyat kecil merasa tertindas. Bantulah kami rakyat kecil ini,” kata Hasniah dengan suara parau, Jumat (08/09).

Rumah yang dijanjikan sebagai ganti rugi hingga kini belum nampak wujudnya. Hanya sebuah gambar kecil disudut kiri brosur yang dibagikan BP Batam.

“Kami butuh bukti nyata, kalau rumah sudah terbukti ada kami siap pindah. Kalau rumah belum ada kami mau tidur di mana. Barang kami tarok di mana? makan sehari-hari dari mana?” Kata dia bertanya pada pemimpin daerah ini.

Menurutnya, jika Kepala BP Batam, Muhammad Rudi bijak, dia sudah bangunkan warga rumah terlebih dahulu, baru merencanakan penggusuran.

“Sebelum Rudi membuatkan rumah, kami tak mau keluar,” kata dia.

Hasniah mengatakan, apa yang kini warga lakukan bukan untuk menghalangi, tapi sebagai bentuk menuntuk kejelasan atas hak mereka yang masih belum menemui titik terang.

“Buatkan dulu rumah, ini aja belum ada kejelasan. Ingat, Pak, azab Allah itu lebih kejam, sekecil apa pun kejahatan azab Allah itu pedih,” kata dia dengan penuh tangis.

“Tolonglah bapak TNI-Polri bantu kami, dulu katanya mau bantu kami, tapi sekarang takada, buktinya sekarang macam mana, tolonglah bantu kami.”

Warga lainnya, Siti Aminah juga menunggu kejelasan dari rumah yang dijanjikan oleh BP Batam sebagai ganti rugi bagi warga.

“Kami mau rumah ini sudah terbukti rumah kami. Kami mau bawak barang ke rumah ini. Jangan surat (brosur) digenggam tangan kami saja. Buktikan dulu, kami mau masuk ke rumah kami ini baru kami mau keluar. Kami akan bertahan sampai rumah kami terbukti,” kata wanita 70 tahun itu.

Uang tunggu yang dijanjikan juga dirasa tak cukup untuk menghidupinya selama sebulan. “Kami keluar rumah mau bawa duit, kalau duit takada mau buat apa,” kata dia.

Siti Aminah merasa mereka seakan tak dihargai, warga di luar saja yang terkena dampak penggusuran mendapat ganti rugi. Meski mendapat ganti rugi, namun itu belum jelas.

“Kami disuruh pergi macam burung, disiuh. Kami tak mau begitu,
kami mau didata dulu, rumah kami dibayar, tanah kami dibayar. Tapi ini aja takada penjelasan, rumah pun hanya gambar. peta peta ini buat ape kami tak paham. Ini rumah di mana ni? Kami tak mau menyesal kemudian,” kata wanita paruh baya itu.

Rudi Janjikan Hunian Baru dan Uang Tunggu

Dalam rilis resmi BP Batam yang dikeluarkan Rabu (06/09), Kepala BP Batam, Muhammad Rudi berkomitmen untuk menyelesaikan hunian baru untuk masyarakat Rempang Galang yang terdampak relokasi dalam pengembangan Rempang Eco City.

“Relokasi ke tempat yang baru ini akan kami siapkan. Kami tidak akan pindahkan bapak dan ibu begitu saja,” kata Rudi.

Jika hunian baru tersebut belum selesai, maka masyarakat Rempang Galang akan mendapatkan hunian sementara. Tidak hanya itu, biaya hidup masyarakat selama dihunian sementara juga akan ditanggung setiap bulannya.

Adapun biaya hidup selama masa relokasi sementara itu sebesar Rp 1.034.636 per orang dalam satu KK. Biaya hidup tersebut termasuk biaya air, listrik, dan kebutuhan lainnya.

Sementara, untuk masyarakat yang memilih untuk memilih tinggal di tempat saudara atau di luar dari hunian sementara yang disediakan, akan diberikan tambahan biaya sewa sebesar Rp 1 juta per bulan.

“Jadi itu akan kami berikan sampai hunian baru selesai dibangun,” katanya.

Baca juga: Tim Terpadu Akan Dirikan 2 Posko Pengamanan di Pulau Rempang

Baca juga: Kapolresta Barelang Minta Maaf Atas Insiden Gas Air Mata ke Sekolah

Baca juga: KPPAD Batam Temukan Dugaan Kekerasan Aparat Terhadap Anak Pulau Rempang

Hunian baru yang disiapkan itu berupa rumah type 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah maksimal 500 meter persegi. Hunian itu, berada di Dapur 3 Si Jantung, yang sangat menguntungkan untuk melaut dan menyandarkan kapal.

Lokasi hunian baru tersebut, akan diberi nama “Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City”. Program ini memiliki slogan “Tinggal di Kampung Baru yang Maju, Agar Sejahtera Anak Cucu”.

Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City akan menjadi kampung percontohan di Indonesia sebagai kampung nelayan modern dan maju.

Sebab, di Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City itu akan tersedia berbagai fasilitas pendidikan lengkap (SD, SMP hingga SMA), pusat layanan kesehatan, olahraga dan sosial.

Selanjutnya tersedia fasilitas ibadah (Masjid dan Gereja); fasilitas Tempat Pemakaman Umum yang tertata dan fasilitas Dermaga untuk kapal-kapal nelayan dan trans hub.

Pembangunan hunian baru itu, akan dijalankan selama 12 bulan setelah pematangan lahan. Ditargetkan, hunian tahap 1 akan selesai pada bulan Agustus 2024 mendatang.

“Intinya kami akan semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik kepada bapak dan ibu,” imbuhnya. (*)

Ikuti Berita Lainnya di Google News