BATAM – Polemik penggusuran permukiman warga Tembesi Tower, Kota Batam, Kepulauan Riau, masih terus bergulir.
Sebagian masyarakat diketahui masih bertahan di lahan yang telah diklaim milik PT Tanjung Piayu Makmur (TPM). Bahkan warga telah siap untuk mengikuti sidang gugatan ke-4 di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) pada Senin 13 Januari 2024 mendatang.
Ketua RT 03 Tembesi Tower, Andi Jamaludin mengatakan, penggusuran yang dilakukan PT TPM bersama tim terpadu pada Rabu 8 Januari 2024 kemarin sangat tidak manusiawi
“Yang jelas penggusuran ini sangat tidak manusiawi, terkutuk,” katanya Kamis, 9 Januari 2024
Ia menegaskan pihaknya akan terus menempuh jalur hukum untuk mempertahankan permukiman mereka. Menurutnya warga telah tiga kali mengikuti sidang di PTUN.
“Kami sudah tiga kali sidang di PTUN. Sidang keempat dijadwalkan tanggal 13, hari Senin. Menjelang sidang tersebut akan kami evaluasi warga yang bertahan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pasca penggusuran hanya berapa lagi warga yang bertahan atas kejadian penggusuran ini. Sebab perusahaan seperti tidak memberi pilihan, hanya digusur atau menerima sagu hati.
Untuk sidang nanti pihaknya juga telah mempersiapkan sejumlah data yang memperkuat klaim warga atas hak di lahan tersebut, seperti Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI perwakilan Kepri tahun 2021 terkait maladministrasi penundaan berlarut permohonan legalitas Kampung Tembesi tower.
Kemudian surat persetujuan prinsip Otorita Batam (OB) yang mendukung masyarakat tembesi untuk menjadi Kampung Tembesi Lestari yang ditandatangani Ketua OB waktu itu, Ismeth Abdullah pada 2005. Selanjutnya SK Wali Kota No 105 tentang Penetapan Wilayah Kampung Tua pada tahun 2004.
Lalu surat rekomendasi DPRD Batam terkait lahan di Tembesi Tower tahun 2023, yang mana pada poin ke 6 terkait rekomendasi subpoin no 3 mengatakan PT TPM untuk tidak melakukan kegiatan apapun diatas lokasi lahan yang ditempati warga RW 16 di tembesi Tower, karena secara hukum PT TPM tidak memiliki legal standing. Serta surat pengembalian lahan oleh PT Vinsen kepada BP Batam pada tahun 2015 dan data-data lainnya.
“Kami juga menemukan kejanggalan dalam pengalokasian lahan oleh BP Batam kepada PT TPM. Sebelum sidang ketiga PTUN tanggal 6 Januari 2024 mereka tidak menunjukan surat peralihan tersebut, pada sidang ketiga baru mereka menyerahkannya,” jelasnya.
Baca juga: Penggusuran di Kampung Tembesi Tower untuk Kawasan Industri
Menurutnya perusahaan juga telah berunding dengan masyarakat untuk ganti rugi. Namun masyarakat sebagian tidak mau karena memiliki legalitas. Apalagi ganti rugi yang ditawarkan perusahaan dinilai tidak sesuai dengan kerugian warga.
“Kabarnya ada yang diganti hingga Rp50 juta ke atas. Sekarang sudah digusur jadi kami dipaksa untuk hanya memilih ganti rugi atau digusur. Yang penting kami akan tetap ikuti keputusan dari PTUN,” ujarnya menutup wawancara. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News