Tanjungpinang, Ulasan. co – Roger Mcnamee, seorang investor teknologi menciptakan peristilahan “New Normal” dalam karyanya yang berjudul “The New Normal: Great Oportunities in Time of Great Risk”. Ada 15 aturan berinvestasi yang dijelaskan dalam karya tersebut agar di saat kondisi krisis tetap bisa bertahan.
Istilah ini juga merujuk pada sebuah situasi pasca-krisis ekonomi yang pernah terjadi di 2007-2008 dan resesi global 2008-2012. Dalam konteksnya, New Normal itu siapapun harus siap beradaptasi dengan aturan baru sebagai proyek jangka panjang. Beberapa aturan akan menjadi tatanan yang tidak biasa dilakukan juga segala konsekuensi yang berlaku akan menjadi ancaman yang patut diwaspadai.
Lalu, melihat situasi sekarang karena pandemi yang tidak kunjung selesai, berbagai problematika bermunculan, kehidupan menjadi tidak seimbang antara kesehatan dan perekonomian. Akhirnya, istilah itu digunakan kembali untuk sebuah perubahan demi keberlangsungan hidup. Namun, tentu situasi sekarang ini berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya. Krisis kali ini bukan hanya krisis dari sisi ekonomi yang memprihatinkan, melainkan juga adanya perang melawan virus mematikan (Covid-19).
Apakah keputusan ini tepat jika benar dilakukan?
Tepat atau tidak tepat, kebijakan yang mungkin akan segera berlaku dalam waktu dekat ini pastinya menuntut manusia sebagai masyarakat harus siap. Manusia memang punya kelebihan yang istimewa ketimbang mahluk hidup lainnya. Tingkat kualitas beradaptasi manusia jauh lebih baik dari mahluk hidup lainnya. Namun, manusia tetaplah manusia bukan robot yang terbebas dari segala penyakit, apalagi virus ini tingkat penularannya sangat mudah jika kedisplinan tidak menjadi prioritas utama. Artinya, New Normal yang akan berlaku akan mengancam banyak hal bagi kehidupan.
Dalam konteks Covid-19, New Normal bukanlah kehidupan normal seperti sebelumnya. New Normal adalah tatanan baru yang membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial, dan kegiatan publik secara terbatas dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Istilah ini berlaku di masa pandemi bukan pasca pandemi. Tentu ini tidak mudah dijalani sebab jika dilihat dari kebijakan sebelumnya saja masih banyak protokol kesehatan yang tidak diterapkan. Lantas, tidak bisa dipungkiri bahwa bisa saja terjadi tingkat penyebaran Covid 19 semakin tinggi.
Ancaman ini akan terus mengintai kesempatan. Tingkat kehati-hatian menjadi titik perhatian untuk menjalani kehidupan. Kedisplinan adalah prioritas utama dalam menjalankan protokol kesehatan. Sebab New Normal bukan kebebasan hidup seperti sebelumnya yang normal dilakukan. Ada banyak kecanggungan yang akan terjadi. Hal yang tidak biasa menjadi tuntutan agar terbiasa. Hal ini akan mudah saja bagi mereka yang punya fasilitas memadai.
Namun, bagaimana bagi mereka yang tidak punya?
Kita ambil saja contoh dari aspek pendidikan yang sekolahnya terpencil di pedesaan atau pulau yang jauh dari aktivitas perkotaan. Rasanya tidak perlu dijabarkan apa saja yang harus menjadi bahan pertimbangan karena sudah jelas mereka tidak memiliki infrastruktur yang sama dengan perkotaan. Di luar dari itu bentuk perhatian juga minim didapatkan.
Apakah ini bukan sebuah masalah jika New Normal dilakukan?
Virus ini tidak mengenal zona hijau, kuning, dan merah. Selama vaksin belum ada di dunia, virus ini bisa merajalela di mana-mana. Contoh yang diambil di atas bukan sekadar menyinggung rendah kedisplinan, melainkan lemahnya perhatian. Banyak hal yang seharusnya dipertimbangkan jika kebijakan ini ditetapkan.
Kalau memang ingin menyelamatkan perekonomian, sah-sah saja, tetapi juga harus ada ketegasan dari sisi pendidikan. Artinya, tidak semua aktivitas harus dibuka kembali sebab saat ini bukan pasca, tetapi masih dalam kondisi yang sama dengan konteks yang cukup berbahaya.
Editor : Chairuddin