JAKARTA – Kini tugas akhir skripsi sudah tidak lagi menjadi syarat sebagai penentu kelulusan mahasiswa di perguruan tinggi.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) beberkan beberapa alasan terkait hal itu.
Menurut Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbudristek, Prof Nizam mengatakan, selama ini skripsi sudah menjadi beban bagi mahasiswa dan menghambat kelulusan, dalam keterangannya, Rabu (30/8).
“Pada perguruan tinggi yang terlalu strict itu skripsi bisa menjadi beban yang ekstra, yang menyebabkan kelulusan bagi mahasiswa,” ujar Prof Nizam.
Menurut dia, mahasiswa hanya mendapatkan mata kuliah terkait penulisan skripsi berkisar antara 2 SKS dan paling banyak 6 SKS.
Namun untuk pembuatannya, lanjut dia, mahasiswa ditargetkan harus menyelesaikan skripsi itu dalam 1 tahun.
“Padahal skripsi hanya 6 SKS, atau bahkan ada yang 4 SKS atau 2 SKS. Tapi untuk menyelesaikannya butuh 1 tahun. Ini overdose (overdosis),” kata Nizam.
Bagi Kementerian, kata Nizam, yang terpenting saat ini mahasiswa memiliki kompetensi dan bisa bersaing di dunia kerja bukan hanya peningkatan gelar.
Baca juga: Kampanye di Sekolah, Bawaslu Kepri: Asalkan Dapat Izin Serta Tanpa Atribut
“Tugas akhir tidak harus skripsi. Sehingga yang terpenting adalah mengukur kompetensi itu. Bisa saja mahasiswa membuat prototipe. Kemudian bisa membuat project based. Atau bahkan UMKM. Jadi tidak menekankan pada kemampuan penelitian saja,” jelas Prov Nizam dikutip dari tvonenews.
Tapi, masih kata Nizam, pada akhirnya semua tetap ditentukan masing-masing perguruan tinggi. Bila ada prodi yang tetap memerlukan makan skripsi juga tetap terbuka.
“Kita fokus pada output. Learning input dan process-nya itu, dan kita berikan ruang yang luas untuk perguruan tinggi untuk mewujudkan kompetensi tersebut,” tutupnya.
Sebelumnya, aturan baru terkait perguruan tinggi ini tertuang dalam Permendikbudristek No 53/2023 yang ditetapkan pada tanggal 16 Agustus, dan diundangkan pada 18 Agustus 2023. Artinya, sudah mulai menjadi acuan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek), Nadiem Makarim menanggapi perubahan iitu bakal memberikan tiga dampak positif ke setiap jenjang pendidikan tinggi.
Pertama, lanjut Nadiem, program studi dapat menentukan bentuk tugas akhir. Kedua, menghilangkan kewajiban tugas akhir pada banyak program studi sarjana/sarjana terapan.
Terakhir, mendorong perguruan tinggi menjalankan Kampus Merdeka dan berbagai inovasi pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.