Jakarta – Pemerintah telah mengumumkan batas tarif tes RT-PCR COVID-19 yang merupakan salah satu syarat perjalanan domestik maupun internasional. Tarif tertinggi RT-PCR diturunkan menjadi Rp275 ribu untuk Jawa dan Bali dan Rp300 ribu untuk luar Jawa dan Bali.
“Pemberlakuan tarif ini mulai pada saat dikeluarkan surat edaran dan saat ini edaran itu sudah kita edarkan dan berlaku saat ini,” kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof Abdul Kadir dalam konferensi pers yang diikuti di kanal YouTube Kemenkes RI, Rabu (27/10) sore.
Baca juga: Naik Pesawat Wajib PCR Banjir Kritikan, Akhirnya Luhut Buka Suara
Batasan tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR tersebut telah ditetapkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR, dan mulai berlaku Rabu, 27 Oktober 2021.
Nominal tersebut mengalami penurunan dari tarif yang berlaku sebelumnya di Surat Edaran Dirjen Pelayanan Kesehatan No.HK.02.02/I/3713/2020 per tanggal 5 Oktober 2020 seharga Rp495 ribu per orang.
Menurut Abdul, pemenuhan harga pokok dari alat RT-PCR dilakukan berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI. Hasil audit menunjukkan terjadi penurunan harga alat RT-PCR, termasuk bahan habis pakai termasuk hazmat dan sebagainya.
“Sehingga harga kita turunkan dari sebelumnya Rp495 ribu jadi Rp275 ribu,” katanya.
Baca juga: Puan Maharani Pertanyakan Wajib PCR Dalam Penerbangan
Abdul menambahkan, tarif terbaru itu berlaku untuk durasi penyelesaian hasil 1×24 jam sejak pengambilan sampel dari pemohon.
“Dalam surat edaran ini adalah batas tarif tertinggi. Kita tidak izinkan ada harga tertinggi lagi termasuk kecepatan hasil. Batas tarif tertinggi maksimal hasil 1×24 jam,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Abdul, pemerintah akan memberlakukan sanksi teguran hingga penutupan izin operasional pelayanan kesehatan bagi setiap pelanggar batas tarif tertinggi tes RT-PCR yang telah ditetapkan tersebut.
Baca juga: Anggota DPR RI Tolak Penggunaan PCR Naik Pesawat, Ini Alasannya
“Kalau ada yang tidak menjalankan kebijakan, maka kita minta dinas kesehatan menegur dan membina. Kalau gagal juga, maka ada sanksi dengan penutupan laboratorium dan izin operasional,” tegasnya.
Kemenkes RI telah menyerahkan pengawasan dan pembinaan terhadap rumah sakit maupun pengelola laboratorium pemeriksaan PCR kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
“Termasuk teguran lisan dan tertulis sampai penutupan laboratorium dilakukan pemerintah daerah,” pungkasnya.