Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan alasan rencana menambah fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau KTP sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk wajib pajak orang pribadi.
Hal ini tertuang dalam Rancangan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (RUU KUP) yang saat ini diubah menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) dan telah disetujui oleh DPR RI.
“RUU ini juga akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah, melalui implementasi NIK sebagai NPWP untuk Wajib Pajak orang pribadi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui keterangan resmi yang dikutip, Kamis (7/10).
Baca juga: KPK Panggil Saksi Untuk Tersangka kasus KTP-el
Kemenkeu menyatakan, penyatuan ini sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin menerapkan Single Identification Number (SID) di Indonesia yang telah disusun sejak tahun lalu. Salah satunya dengan menggabungkan KTP dan NPWP.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, alasan utama menyatukan data NIK dan NPWP ini adalah untuk mempermudah DJP memantau masyarakat yang masuk sebagai wajib pajak. Ini juga akan meningkatkan rasio pajak Indonesia.
Sebab, semua masyarakat bekerja saat ini memiliki NIK yang tertera di KTP nya. Dengan penyatuan maka DJP mudah menelusuri data masyarakat tersebut apakah ia masuk sebagai wajib pajak atau tidak.
Baca juga: Kemenkeu: Penempatan Dana Haji di Sukuk Rp89,92 Triliun
“Kan masing-,masing orang punya NIK kan. Orang yang bayar pajak kan orang Indonesia. Bagaimana caranya kita coba sinkronkan. Jadi nanti kalau suatu saat bisa kita sinkronkan akan bagus,” ujar Suryo di Gedung DPR RI tahun lalu.
Suryo menegaskan, penyatuan identitas ini hanya untuk mempermudah DJP mendata masyarakat sebagai wajib pajak. Jika masyarakat memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maka tidak perlu khawatir akan ditarik pajaknya.
Tahun lalu, penyatuan ini belum berlangsung karena menunggu persiapan IT sistemnya. Dengan diberlakukannya ini pada tahun depan artinya kesiapan dari IT sudah dipastikan. Apalagi Sri Mulyani berkali-kali mengatakan bahwa ini adalah data yang sangat bersifat pribadi sehingga DJP harus memastikan tidak bocor.