Jakarta – Rencana pemerintah untuk menghapus tenaga honorer di tiap kementerian dan lembaga hingga daerah pada 2023 terus bergulir. Hal ini merupakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa pegawai non-PNS di instansi pemerintahan dapat melaksanakan tugas paling lama hingga 2023 mendatang.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB), Alex Denni menegaskan, rencana penghapusan tenaga honorer bukanlah kebijakan yang ‘turun dari langit’.
“Sebetulnya ini bukan ujug-ujug. Tapi sudah dari 2005. Itu sudah inventarisir,” kata Alex seperti dikutip CNBCIndonesia.com, Senin (21/2)
Baca juga: Pekerja Outsourcing Gantikan Posisi Tenaga Honorer pada 2023, Segini Gajinya
Alex menyebutkan, pada saat itu ada sekitar 900 ribu tenaga honorer. Di saat itu pula, pemerintah sepakat untuk mengangkat sekitar 860 ribu tenaga honorer untuk diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
“Sisanya tidak memenuhi kriteria, tapi yang sisanya ingin diproses lebih lanjut. Begitu di data ulang dan membengkak jadi 600 ribuan. 11 kali lipat membengkak angkanya pada saat itu,” jelasnya.
Pembengkakan angka tenaga honorer di tiap instansi tersebut akhirnya mendorong terbitnya Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014. Dalam aturan, ditetapkan hanya ada dua kategori ASN yakni PNS dan PPPK.
Baca juga: Simak, Syarat dan Batas Usia Honorer yang Bakal Diangkat Jadi PNS
Namun, bukan berarti pasca terbitnya UU tersebut pemerintah tak lagi mengangkat tenaga honorer. Bahkan hingga saat ini, ada beberapa instansi yang tetap merekrut tenaga honorer, kendati hal tersebut telah dilarang.
“Sejak 2005 sudah dilarang. Jadi sebetulnya PP 48/2005 junto 43/2007. pemerintah dilarang mengangkat tenaga honorer. Jadi semua orang sudah tahu ini enggak boleh. Tapi yang diangkat masih diangkat, yang mau masih mau.”
Transformasi Birokrasi PNS
Selain itu, Alex juga angkat bicara mengenai rencana besar pemerintah dalam mentransformasikan sistem birokrasi PNS. Bukan tidak mungkin, ada beberapa kriteria PNS yang terdampak.
Alex mengatakan hampir 38 persen dari total 4,2 juta ASN di Indonesia berstatus sebagai pelaksana. Sementara itu, sebanyak 36 persen lebih berstatus sebagai guru dan dosen.
“Kemudian tenaga teknis, kesehatan dan lain-lain itu sekitar 14 persen. Sisa-sisanya 10-11 persen pejabat struktural. Kalau bicara transformasi digital, tentu pelaksana ini yang akan terdampak terlebih dahulu karena pekerjaan akan digantikan teknologi,” kata Alex.