Tradisi Brandu Picu Warga Gunungkidul Terpapar Antraks

Petugas Karantina Pertanian Tanjungbalai Karimun, Kepri saat menyemprotkan cairan desinfektan terhadap sapi kurban dari Natuna yang tiba di Karimun. (Foto:Elhadif Putra/Ulasan.co)

GUNUNG KIDUL – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebut tradisi brandu atau porak di kalangan masyarakatnya, diduga kuat menjadi indikasi penyebaran antraks ke manusia.

Wakil Bupati Gunungkidul, Heri Susanto mengatakan, tradisi brandu sudah berlangsung secara turun temurun di kalangan masyarakat.

Bahkan, tradisi ini sering terjadi ketika ada hewan ternak yang sakit maupun sudah mati dipotong. Kemudian daging hewan ternak itu dijual untuk mengurangi kerugian pemilik ternak.

“Kami melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat yang mempunyai ternak, supaya saat memiliki hewan ternak sakit atau mati tidak dikonsumsi,” kata Heri.

Akibatnya, korban jiwa jatuh karena terpapar antraks di Gunungkidul. Pemkab Gunungkidul tengah menyusun kajian, terhadap hewan ternak yang mati akibat penyakit, dan pemkab bisa langsung melakukan intervensi.

Heri melanjutkan, Pemkab Gunungkidul sedang melakukan analisa dan membuat kebijakan khusus. Tujuannya supaya budaya, atau tradisi porak tersebut ditinggalkan oleh masyarakat.

“Kami mengupayakan ternak-ternak yang mati akibat penyakit, khususnya yang disebabkan oleh antraks akan mendapat ganti rugi dari pemkab. Kami juga menyiapkan skema bantuan premi asuransi ternak,” ungkap Heri.

Heri Susanto menambahkan, bahwa fakta di lapangan hewan ternak yang mati akibat penyakit atau virus, kalau tidak dikonsumsi tidak akan berdampak pada manusia.

“Ini yang kami upayakan, agar masyarakat tidak mengonsumsi daging dari hewan ternak yang mati akibat sakit atau penyakit tertentu,” sebutnya.

Pemkab Gunungkidul telah memperketat lalu lintas hewan ternak, yang keluar dan masuk ke Kabupaten Gunungkidul. Hewan ternak yang keluar dari Gunungkidul juga diwajibkan dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan.

Baca juga: Pulau Bintan Masih Nihil Antraks, Masyarakat Diminta Tetap Waspada

“Kami pastikan hewan yang keluar dari Gunungkidul sehat dan aman, karena Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengeluarkan SKKH,” katanya.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul mengungkap temuan penularan antraks dari ternak ke manusia di Padukuhan Jati, Kapanewon Semanu, Gunungkidul.

Dalam kasus ini, 1 orang warga meninggal. Menurut Kepala Dinkes Gunungkidul, Dewi Irawaty, temuan ini diketahui setelah pihaknya mendapat laporan dari pihak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta 2 Juni 2023, saat warga tersebut masih dirawat.

“Pada 1 Juni 2023, ada warga Gunungkidul yang dirawat karena antraks dan meninggal pada 4 Juni. Pasien tersebut diketahui berusia 73 tahun, berasal dari Pedukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Semanu,” kata Dewi, Kamis (6/7/2023) dikutip dari tvonenews.

Terkait kasus antraks tersebut, Dinkes Gunungkidul langsung bergerak melakukan penelusuran ke warga di Pedukuhan Jati. Dari penelusuran, ditemukan 125 orang yang ikut menyembelih dan mengonsumsi daging tersebut.

Terhadap mereka dilakukan pengambilan sampel darah untuk diperiksa di laboratorium BBTKLPP Yogyakarta.

“Hasil sampel darah yang diperiksa diketahui ada 87 warga positif antraks. Sementara 18 orang lainnya bergejala. Gejala yang ditimbulkan selain berupa luka khas terkena antraks, juga mengalami diare, mual, pusing, dan sebagainya,” terang Dewi.