Ulasan Perbedaan Pelaporan dan Pengaduan Kasus Hukum

ilustrasi warga menunjukan pelaporan polisi
Ilustrasi warga menunjukan pelaporan polisi. (Foto: Dok Ulasan)

Hai sahabat Ulasan. Tahu enggak sih perbedaan pelaporan dan pengaduan suatu kasus hukum.

Selama ini mungkin sering mendengar ada pelaporan atau pengaduan perkara di kepolisian. Lantas, apa perbedaan pelaporan dan pengaduan menurut hukum?

Kali ini ulasan.co, mengulas perbedaan pelaporan dan pengaduan tersebut. Dilansir dari Hukumonline.co, Jumat (17/11),menurut R. Tresna dalam buku Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana yang Penting, istilah pengaduan (klacht) tidak sama artinya dengan pelaporan (aangfte).

Adapun perbedaan pelaporan dan pengaduan adalah sebagai berikut. Pertama adalah terkait perbuatan apa dapat dilaporkan. Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai kejahatan-kejahatan, di mana adanya pengaduan itu menjadi syarat.

Kedua terletak pada siapa yang dapat melaporkannya. Untuk pelaporan, setiap orang dapat melaporkan sesuatu kejadian. Namun, untuk pengaduan, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya.

Ketiga ada pada fungsinya terkait penuntutan. Pelaporan tidak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, sebaliknya pengaduan di dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaiknya merupakan syarat untuk mengadakan penuntutan.

Apakah tetap dipidana jika barang curian dikembalikan?, salah satu sifat khusus dari delik aduan (klacht delict) adalah orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduan dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.

Sebaliknya, dalam perkara-perkara yang tergolong dalam delik biasa (gewone delict), laporan polisi atas perkara tersebut tidak dapat ditarik kembali ataupun dicabut meski telah ada perdamaian dengan korban/adanya pengembalian kerugian kepada korban.

Mengingat pada dasarnya penggelapan bukan termasuk dalam delik aduan, maka walaupun barang yang digelapkan telah dikembalikan dan sekalipun jika telah terjadi perdamaian dengan korban, hal tersebut tidak menjadi alasan penghapusan kewenangan untuk menuntut terhadap delik tersebut, karena laporan polisi atas perkara tersebut tidak ditarik kembali.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Bab VIII Buku I (Pasal 76 s.d. Pasal 85) KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana atau yang dalam diatur dalam Bab IV (Pasal 132 s.d. Pasal 143) UU 1/2023 tentang Gugurnya Kewenangan Penuntutan dan Pelaksanaan Pidana. Sehubungan dengan itu, dapat dikatakan bahwa walaupun barang yang digelapkan telah dikembalikan oleh pelaku, proses penuntutan penggelapan tidak dapat diberhentikan.

Namun, dengan adanya iktikad baik dari si pelaku, apabila ada perjanjian perdamaian, hal itu dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan saat perkara tersebut diperiksa di pengadilan.

Batas Waktu Penyidikan dan Kedaluwarsanya

Mengenai lamanya tindak pidana tersebut diproses pihak kepolisian, hal pertama yang dapat dilakukan yaitu mengajukan permintaan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (“SP2HP”) yang ditujukan kepada penyidik. Dengan adanya SP2HP, maka dapat mengetahui perkembangan proses penyidikan.

Kemudian, terkait jangka waktu penyidikan pada tingkat kepolisian, hal ini tidak diatur dalam KUHAP, namun apabila pelaku ditahan, maka waktu penahanan oleh penyidik paling lama adalah 20 hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang penuntut umum paling lama 40 hari.

Baca juga: Ulasan Perbedaan Barang Bukti dan Alat Bukti dalam Hukum Pidana

Baca juga  Yuk Pahami Puluhan Adagium Hukum Terkenal

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News