Hai Sahabat Ulasan. Barang bukti dan alat bukti mungkin sering didengar dalam kasus-kasus hukum pidana.
Namun, tahu enggak ada perbedaan antara barang bukti dan alat bukti. Barang bukti bukanlah alat bukti, tetapi barang bukti dapat menjadi sumber dari alat bukti.
Lantas, apa perbedaannya? Kali ini ulasan.co, mengulas apa itu barang bukti dan alat bukti dalam hukum pidana.
Melansir dari Hukumonline, Sabtu (11/11), pembuktian di dalam sebuah hukum pidana merupakan suatu yang sangat penting dan utama.
Dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dinyatakan tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
Terdapat perbedaan pembuktian di dalam perkara pidana yang berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata. Hal ini disebabkan karena pembuktian perkara pidana adalah tujuan untuk mencari kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau sesungguhnya.
Sedangkan pembuktian dalam perkara perdata adalah bertujuan untuk mencari kebenaran formil, yang artinya hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh para pihak yang berperkara.
Hakim dalam mencari kebenaran formal cukup membuktikan dengan preponderance of evidence, sedangkan hakim pidana dalam mencari kebenaran material, maka peristiwanya harus terbukti.
Alat-alat bukti merupakan alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.
Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Di dalam hukum acara pidana mempunyai tujuan untuk mencari dan mendekati kebenaran materiil merupakan kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum.
Pasal 39 ayat (1) KUHAP, terdapat 2 jenis barang bukti, yaitu:
1. Benda berwujud, yang berupa:
a. Benda yang digunakan dalam melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya
b. Benda yang dipakai menghalang-halangi penyidikan
c. Benda yang dibuat khusus atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
d. Benda-benda lainnya yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan berlakunya tindak pidana
2. Benda tidak berwujud berupa tagihan yang diduga berasal dari tindak pidana.
Benda material atau objek dan lain-lainnya yang tidak terkait atau objek dan lain-lainnya yang tidak terkait atau tidak ada hubungannya dengan tindak pidana, dan bukan merupakan barang bukti.
Fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan, yaitu:
1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah
2. Mencari dan menemukan kebenaran materill atas perkara sidang yang ditangani
3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah, maka barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum
Baca juga: Tertarik Jadi Hakim dan Ingin Tahu Besaran Gajinya, Simak Ulasannya
Kemudian dalam keadaan tersangka tertangkap tangan, penyidik berwenang menyita paket, surat, atau benda yang pengangkutannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, selama benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau berasal darinya.
Fungsi barang bukti dapat menunjang alat bukti, sehingga menyebabkan keabsahan barang bukti yang turut menentukan keabsahan alat bukti. Berkenaan dengan tahapan untuk mendapatkan barang bukti yang menurut KUHAP dalam tahap penyitaan, ditentukan agar penyitaan bertanggungjawab atas keselamatan dan keamanan barang bukti. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News