Warga Tanjungpinang dan Bintan Turut Bergabung Unjuk Rasa di Kantor BP Batam

Unjuk rasa di kantor BP Batam
Unjuk rasa di kantor BP Batam. (Foto: Muhammad Chairuddin)

BATAM – Warga Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, turut bergabung dengan ribuan massa Aliansi Pemuda Melayu berunjuk rasa di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Rabu (23/08).

Unjuk rasa itu terkait polemik pembangunan Rempang Eco City, Kecamatan Galang, Kota Batam.

“Kami dari penyengat ada 50 orang. Tetapi dari Tanjungpinang dan Bintan ada sekurangnya 300 orang,” kata Koordinator Kesultanan Riau-Lingga, Samiun.

Samiun menjelaskan, kedatangannya beserta rombongan dari Pulau Bintan merupakan bentuk keprihatinan atas perlakuan BP Batam terhadap warga Rempang.

Terlebih, wilayah Batam termasuk dalam peta tanah adat dari Kesultanan Riau-Lingga.

Menurutnya, selama ini investasi banyak yang masuk ke Batam. Namun, baru kali ini menimbulkan polemik yang memprihatinkan.

“Ini bentuk keprihatinan kami sesama melayu, dan bentuk kekecewaan kami kepada BP Batam,” ujarnya.

Ia melanjutkan, rombongan dari Pulau Bintan telah tiba sejak Selasa (22/08) kemarin.

Sama dengan warga, Kesultanan Riau-Lingga menuntut agar BP Batam tak melakukan relokasi terhadap ribuan warga Rempang.

“Kami minta BP Batam tak gusur warga. Apabila terjadi, maka BP Batam akan berurusan dengan kesultanan Riau Lingga,” tegasnya.

Baca juga: Aliansi Pemuda Melayu Tolak Tawaran BP Batam soal Pembangunan Rempang Eco City

Baca juga: Kepala BP Batam Temui Demonstran, Ini Katanya

Diberitakan sebelumnya, Aliansi Pemuda Melayu menolak tawaran Badan Pengusahaan (BP) Batam terkait pembangunan Rempang Eco City saat menggelar aksi unjuk rasa Rabu (23/08).

BP Batam memberikan tawaran itu saat bermediasi dengan perwakilan demonstran.

Kemudian, koordinator aksi, Pian membacakan tawaran itu di depan massa. Tawaran tersebut sebagai berikut:

1. BP Batam bersama perwakilan warga Rempang akan melakukan pertemuan dengan menteri investasi, dan lingkungan hidup serta kehutanan untuk menyampaikan aspirasinya.

2. Terhadap pengukuran tata batas penggunaan lahan tetap dilanjutkan dengan memberitahukan perangkat RT/RW dan melibatkan warga.

Merespons kedua poin itu, koordinator aksi, Pian mengaku tak berani menandatangani tawaran tersebut. Terlebih masyarakat tidak menyetujui kedua poin itu juga.

“Ada berita acara baru ini yang saya tidak mau tanda tangan. Masyarakat hari ini juga tidak sepakat,” tuturnya.

Pian memastikan, seluruh masyarakat Melayu itu akan kembali menggelar aksi unjuk rasa lebih besar lagi. (*)

Ikuti Berita Lainnya diĀ Google News